Sat. Jul 27th, 2024

Akibat Bikin Video Seks,Badan Seksiku Dijadiin Piala Berigilir Kontol2 Pak Guru Mesum.“Oke, anak-anak, semuaya tolong tasnya taruh diatas meja, jangan lupa HP nya juga, terus semuanya tunggu diluar” Kata Pak Dirman wali kelasku.
“Ada apaan sih? Razia yah?” tanya teman sebangkuku Ratna.
“Tau nih, kayak kurang kerjaaan aja” gerutuku.
Setelah melakukan apa yang diperintahkan, kami pun berjalan keluar kelas, menuju lapangan basket yang memang berada tepat ditengah sekolah kami. Disana kulihat murid-murid dari kelas lain sudah bergerombol, tampaknya razia ini meliputi semua kelas di sekolahku. Oh iya, sebelumnya perkenalkan, namaku Dinda Alaina Putri, usiaku baru menginjak 16 tahun, saat ini aku duduk di kelas 1 di sebuah SMU di Jakarta Selatan.
Mamaku asli Jawa, sedangkan papaku keturunan Belanda – Sunda. Bisa dibilang aku ini siswi yang aktif, selain aktif sebagai cheerleader di sekolahku, aku juga pernah terpilih sebagai gadis sampul favorit oleh sebuah majalah terkenal di ibukota. Secara fisik aku memang menarik, meski tinggiku hanya 164 cm, namun ditunjang oleh wajah yang (kata orang) cantik, kulit putih langsat dan porsi badan yang ideal, membuatku bisa dibilang sebagai “seleb” di sekolahku.”Din, Dinda!” kudengar seseorang memanggil namaku.
Aku pun melihat Ryan, pacarku tampak bergegas menghampiriku dari arah kelasnya. Aku dan Ryan pacaran sudah hampir dua tahun lamanya, kami berasal dari SMP yang sama, bahkan dialah alasan kenapa aku memilih SMU ini, supaya kami bisa tetap melanjutkan hubungan kami.
“Din, sini, gue mau ngomong bentar” katanya terburu-buru sambil menarik tanganku ke arah WC.
Setelah sampai ke WC sekolah, sejenak ia menengok ke kiri dan ke kanan seakan mencari sesuatu.
“Ada apaan sih?” tanyaku yang bingung melihat kelakuannya.
“Din, gawat, HP gue diperiksa trus dibawa ama Pak Dedi” katanya sedikit panik.
“Trus kenapa, emang ada apaan didalemnya?” tanyaku.
“Ehh…itu Din…ada rekaman video, waktu kita..” katanya gugup.
Aku yang sudah melihat arah pembicaraan langsung ikut panik.
“Apaa!…bukannya kamu bilang rekaman itu udah kamu hapus?!” kataku setengah berteriak.
“Ya, emang tadinya mau gue hapus, tapi kan sayang buat kenang-kenangan”
“Ah gila lu…kan kita udah sepakat, dari awal juga gue dah gak suka kamu pake ngerekam- rekam segala, tuh sekarang jadi kejadian deh” sesalku.
“Maaf Din, gue emang salah” kata Ryan dengan wajah memelas.

Karena tak tahu harus bilang apa, aku langsung kembali ke kelasku, nampaknya razia itu telah berakhir, karena hampir semua murid sudah kembali kekelasnya masing-masing. Aku pun langsung masuk ke kelasku dan duduk di bangkuku.
“Ada apaan Din, kok muka lu ditekuk gitu?” tanya Ratna khawatir.
“Gak ada apa-apa kok” jawabku pendek.
Sisa hari itu kujalani dengan pikiran kalang kabut, hingga bel pulang sekolah berbunyi, pikiranku masih berkutat seputar HP Ryan yang disita.
Ketika aku sedang membenahi tasku, dan bersiap untuk pulang, seseorang menepuk bahuku dari belakang.
“Kamu yang namanya Dinda kan? Kamu dipanggil Pak Dedi ke kantornya.” Kata seorang gadis cantik kelas 3 yang namanya aku tidak tahu.
“Eh.. iya kak…makasih kak” jawabku.
Gadis itu hanya melengos pergi tanpa menjawab, namun entah kenapa matanya seperti memancarkan kesedihan dan kekhawatiran, ah mungkin hanya khayalanku saja.
“Ngapain guru killer itu pake manggil kamu segala?”, Ratna bertanya heran.
“Tau nih, kamu pulang duluan aja deh”.
“He-eh deh, sampai nanti!” Ratna pun berlalu pulang.

Aku pun berjalan kearah ruang yang amat ditakuti oleh seluruh siswa di sekolahku. Pak Dedi adalah guru Bahasa Indonesia sekaligus Wakil Kepala Sekolah, yang memang terkenal galak bukan main, usianya mungkin sudah 50 tahun lebih, namun ditunjang oleh wajah yang lebih cocok menjadi preman dari pada guru, dan badan yang tinggi besar, membuatnya ditakuti di sekolah ini. Akupun sampai ke depan kantornya, dan dengan memberanikan diri aku mengetuk pintu.
“Masuk…!” Sebuah suara yang amat menakutkan menyilakan masuk.
“Selamat siang pak!”.
“Selamat siang Dinda, masuk, duduk “, katanya tanpa meninggalkan pekerjaan yang sedang dikerjakannya.
Akupun menuruti perintahnya.
“Kamu tahu kenapa saya panggil ?” tanyanya.
“Eh…nggak tahu Pak” kataku gugup.
“Liat ini” katanya sambil menyodorkan sebuah HP yang kutahu merupakan HP Ryan, di layarnya sedang berputar rekaman video dimana aku sedang menghisap penis Ryan, aku hanya bisa menatap layar HP itu dengan wajah pucat, tak tahu harus berkata apa.
Memang beberapa bulan yang lalu aku telah menyerahkan kegadisanku kepada Ryan, ketika orang tuanya sedang keluar kota. Dan sejak itu aku beberapa kali berhubungan seks dengannya setiap ada kesempatan. Dalam satu kesempatan itulah Ryan merekam adegan tersebut, namun tak lama kemudan, atas permintaanku ia berjanji akan menghapusnya, karena aku takut rekaman itu akan tersebar.

“Kamu tahu akibatnya kalo video ini sampai tersebar? Bukan hanya kamu dan Ryan dikeluarkan dari sekolah, keluargamu juga akan menanggung malu seumur hidup, video ini bahkan bisa saja mempengaruhi bisnis Papa kamu” kata Pak Dedi dingin.
“Saya mohon Pak, jangan, saya janji tidak akan berbuat hal seperti ini lagi” ibaku memelas.
“Maaf, tapi sebagai pendidik, sudah tugas saya untuk menghukum segala jenis penyelewengan dan kebejatan moral seperti ini.” tandasnya tegas.
“Pak, apa gak ada jalan lain?” pintaku.
Aneh, sekejap kulihat ia tersenyum tipis.
“Ada, kalo kamu mau bapak bisa saja menganggap masalah ini tidak ada, tapii…”
“Tapi apa apa pak?”
“Kamu nanti malam jam 7 harus mengikuti bimbingan belajar di rumah saya, sesudah itu bapak akan kembalikan HP ini, dan melupakan masalah ini”
“Bimbingan belajar? Belajar apa Pak?” tanyaku lagi sedikit kebingungan.
“Udahlah gak usah banyak tanya, mau gak?!” katanya.
“Mau..mau Pak” jawabku, karena memang tidak ada pilihan lagi.
” Oke, nanti kamu datang ke rumah saya, ini alamat saya”, Katanya acuh tak acuh sambil menyerahkan secarik kertas berisikan alamatnya.

“Ada lagi?” tanya Pak Dedi itu.
“Tidak pak, selamat siang!”
“Selamat siang!”.
Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan itu. Kesal sekali rasanya, terhadap Pak Dedi berengsek itu. Malam itu dengan alasan hendak belajar bersama, aku berangkat dari rumahku, untuk memenuhi janjiku tadi siang. Rupanya rumah Pak Dedi terletak di sebuah perumahan kelas menengah, tidak jauh dari sekolahku. Tak lama, taksi yang membawaku ke rumah Pak Dedi pun berhenti di alamat yang tertulis di secarik kertas yang diberikan Pak Dedi. Didepan rumahnya kulihat ada sebuah mobil dan sepeda motor, yang kutahu bukan milik Pak Dedi, dan pasti bukan milik keluarganya, karena setahuku, sejak bercerai dengan istrinya 5 tahun yang lalu, pak Dedi tinggal seorang diri karena anak-anaknya pun sudah dewasa dan menikah. Aku sempat ragu-ragu sejenak, aku bukan orang bodoh, tidak mungkin masalah ini bisa diselesaikan oleh bimbingan belajar saja, Pak Dedi pasti menginginkan sesuatu dariku, kemungkinannya hanyalah uang atau tubuhku, dan karena kemarin ia tidak menyuruhku untuk membawa uang, jadi ia pasti…

Belum sempat memijit bel pintu sudah terbuka, seraut wajah yang sudah mulai tua muncul.
“Ehh…! Dinda, ayo masuk!”, sapa orang itu yang tak lain adalah pak Dedi sendiri.
Tumben ramah, tidak sepeti biasanya ketika mengajar di kelas, guru ini terkenal paling killer.
Interior depan rumah itu sederhana saja, cuma satu stel sofa, meja, beserta sebuah rak perabotan pecah belah. Dindingnya polos kecuali beberapa foto dari anak-anak Pak Dedi dan lukisan yang tergantung di dinding. Demikian juga dengan ruang tengahnya, terasa betapa luas dan kosongnya ruangan tengah itu, yang ada hanya sofa panjang berbentuk melingkar menghadap ke taman samping, meja beserta televisinya dan sebuah stereo set terpasang di ujung bar.
Pak Dedi rupanya memang tidak sendirian dirumah itu. Di ruang tengah itu, telah duduk dua orang lelaki dan seorang gadis, yang jelas-jelas masih menggunakan seragam SMU. Aku pun terkejut setengah mati, aku mengenali orang-orang tersebut. Pria setengah baya yang bertubuh kurus kering dan bermuka mirip tengkorak adalah guru fisikaku Pak Hendri, sedangkan yang satu lagi adalah Nono, penjaga sekolahku, Bang Nono bertubuh gemuk dan berkulit hitam, meskipun hanya penjaga sekolah, namun ia sering berlagak seperti pemilik sekolah itu, makanya banyak anak-anak yang sebal setengah mati melihatnya. Sementara gadis SMU itu bernama Sherin, ia kakak kelas satu tahun diatasku. Bahkan ia juga anggota cheerleader sama sepertiku. Ia berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang hitam lurus dan panjang tergerai sampai ke pinggang, dengan poni tebal menutupi dahinya. Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia berdarah Tionghoa. Harus kuakui dia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Tidak heran jika diantara anak-anak perempuan kelas 2, ia merupakan siswi yang tercantik dan terpopuler.

“Kamu udah kenal dengan Pak Hendri dan Nono kan? Sherin juga kan, kakak pembimbing kamu di cheers ya?” kata Pak Dedi
Aku hanya mengangguk, sementara Sherin hanya tersenyum lemah melihatku. Sudah tergambar dalam benakku apa yang akan menimpaku dan Sherin. Sesaat aku tergoda untuk kabur melarikan diri, persetan dengan HP Ryan.
“Gimana sudah siap?”, tanya pak Dedi mengejutkan aku dari lamunannya.
“Eh sudah pak, jadi kita mau belajar apa?” tanyaku masih pura-pura tak tahu akan niat mereka.
Tiba-tiba mereka semua tertawa, seakan ada sesuatu yang lucu. Semua laki-laki di ruangan itu memandang diriku dengan mata “lapar” membuat aku tanpa sadar menyilangkan tangan di depan dadaku, seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini. Aku saat itu memakai rok pendek diatas lutut, dan tank top yang ditutupi jaket. Seharusnya aku tidak memakai pakaian seseksi itu, sesalku dalam hati.
“Gak usah pura-pura, masa kamu gak tahu kita mau apa” Kata Pak Dedi
Dengan tak sabaran ia menarik diriku langsung menuju sebuah kamar yang ada di ujung, dan setelah membuka pintunya, ia langsung mendorongku masuk. Ruangan itu juga terasa kosong, sebuah kasur terhampar begitu saja di lantai kamar, dengan sprei yang sudah acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil. Aku sangat sadar, apa yang dimaui Pak Dedi di kamar ini.

“Pak kalo ini sudah selesai, bapak berjanji akan mengembalikan HP itu kan Pak” tanyaku gugup
“Iya bapak janji, sekarang buka semua pakaian kamu” katanya sambil mendorongku ketengah ruangan.
Aku berputar membelakangi Pak Dedi, dan mulai melucuti pakaian yang aku kenakan. Jaket, tank top, kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik menghadap Pak Dedi. Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik, ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Pak Dedi, namun Nono juga sedang berdiri di situ sambil cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku menyambar jaketku untuk menutupi tubuhku yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku, kedua laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Ayolah Non Dinda, masa udah jadi bintang bokep hape masih malu-malu gitu?” ejek Bang Nono.
“Kurang ajar! Dasar bandot tua gak tahu diri!” Aku mengumpat sekenanya.
Wajah Pak Dedi berubah seketika, dari tertawa terbahak-bahak menjadi sangat serius. Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar,
“Apa kamu engkau punya pilihan lain? Ayolah, gak usah jual mahal, sesudah selesai kita boleh melupakan kejadian ini.”

Aku tertegun, masa aku harus melayani dua orang sekaligus, apalagi orang-orang yang bertampang seram seperti ini. Tapi seperti yang Pak Dedi bilang, aku tak punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya aku sudah kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka sama sekali belum memulainya. Akhirnya, dengan sangat berat hati, aku menggerakkan kedua tangan ke arah punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH ukuran 34B yang aku pakai. Jaket yang tadi aku pakai untuk menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas jatuh ke lantai Aku kini hanya berdiri menunggu, dan Pak Dedi melangkah mendekatiku, ia terus berjalan memutari tubuhku dan memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku yang memang panjang itu dan memindahkannya ke depan lewat pundak sebelah kiriku, sehingga bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang. Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menjelajah di sekitar leher, tengkuk kemudian naik ke kuping dan menggelitik di sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai meremas-remas kedua belah payudaraku dengan gemas. Aku tidak bereaksi sama sekali selain memejamkan mataku. Pak Dedi pun dengan kasar menarik wajahku hingga bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya berdiam diri saja tak memberikan reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.

Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan telapak tangannya di payudaraku sambil sekali-sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin puting susuku, pertahananku akhirnya bobol juga. Pak Dedi mulai membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai memberanikan menggerakkan tangan meremas kepala Pak Dedi yang berada di belakangku. Pak Dedi lalu memutar tubuhku, hingga kami saling berhadapan, ciuman Pak Dedi terus merambat turun ke leherku, menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu merosot lagi sampai akhirnya hinggap di salah satu putting payudaraku, Dengan satu remasan yang gemas hingga membuat puting susuku melejit Pak Dedi untuk mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu bergerak memutari seluruh daerah puting susuku sebelum mulutnya mengenyot habis puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan gemas sampai pipinya kempot.
Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur sedikit nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang, melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-gigit perlahan oleh Pak Dedi. Putingku dipermainkan pula dengan lidah Pak Dedi yang kasar. Dipilin-pilinnya kesana kemari, dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai aku merintih dibuatnya. Tanganku refleks meremas dan menarik kepalanya sehingga semakin membenam di kedua payudaraku yang putih dan padat. Aku sungguh tak tahu mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku justru tenggelam dalam permainan itu? Semula aku hanya merasa terpaksa demi menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi kemudian nyatanya,tanpa sadar aku mulai mengikuti permainan yang dipimpin dengan cemerlang oleh Pak Dedi.

“Dinda…kamu suka kan Bapak giniin?” tatanya disela-sela ciumannya.
Aku hanya mengangguk dan memejamkan matanya. membiarkan payudaraku terus diremas-remas dan puting susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu yang mungil itu hanya sebentar saja sudah mengeras dan mencuat semakin runcing.
“Hsss…, ah!”, Aku mendesah saat merasakan jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik celana dalamku dan merayap mencari liang yang ada di selangkanganku. Dan ketika menemukannya jari-jari tangan itu mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang itu. Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil terus mencumbui payudaraku, Pak Dedi meneruskan aksinya di dalam liang vaginaku yang sudah mulai basah itu, semakin lama semakin dalam. Aku sendiri menggelinjang tak karuan, kedua buah jari yang ada di dalam liang vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan kadang-kadang mencoba merenggangkan liang vaginaku hingga menganga. Yang membuat aku tambah terangsang, ia menggerak-gerakkan jarinya keluar masuk ke dalam liang vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku membuatku tak kuasa untuk menahan diri. Pria ini sungguh mahir membangkitkan gairahku. Dari gayanya aku dapat memperkirakan dia sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan sangat mungkin sudah belasan atau bahkan mungkin puluhan siswi yang menjadi korbannya.

“Nggghh…!”, mulutku mulai meracau. Aku sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa menahan tubuhku hingga merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku sungguh tidak memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba saja Pak Dedi telah berdiri telanjang bulat di hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri mengangkang persis di depanku sehingga wajahku persis menghadap ke bagian selangkangannya. Disitu, aku melihat batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam yang lebat di daerah pangkalnya, panjangnya mungkin mencapai 20 cm. Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu. Tanpa diperintah aku melakukan apa yang harus kulakukan demi menyenangkannya. Benda itu pun masuk ke dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku yang berputar mengitari ujung kepalanya yang bagaikan kepala jamur itu. Lalu berhenti ketika menemukan lubang yang berada persis di ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku aku mulai mengemut batang itu sambil kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pria itu bergetar hebat menahan rasa yang tak tertahankan.

Pada saat itu aku sempat melirik ke arah Bang Nono berada, dan ternyata laki-laki ini sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan perbuatan kami berdua. Ia telah bertelanjang bulat dan mengocok penisnya naik turun sambil berkali-kali menelan ludah. Konsentrasiku buyar ketika Pak Dedi menarik kepalaku hingga menjauh dari selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas kasur yang terhampar di situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana dalamku. Ia mencium bagian dalam celana dalamku dengan penuh perasaan.
“Harum!”, katanya.
“CD-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi isinya!”, katanya seraya melemparkannya kepada Nono sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan menciumi benda itu. Namun demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan vaginaku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.
Untuk beberapa detik mata Pak Dedi nanar memandang vaginaku yang berambut tidak terlalu lebat. Si Nono pun sampai berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan. Pak Dedi dengan gemas mementangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu demikian memburu dan hembusannya menggelitik vaginaku. Tak lama kemudian Pak Dedi membenamkan kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang tertutup rambut tipis itu. Aku memejamkan mata, oohh, indahnya, aku sungguh menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat menggelinjang-gelinjang kegelian.

“Pak…!”, rintihku memelas.
“Pak…, aku gak tahan!”, aku memelas sambil menggigit bibir.
Ya, memang aku benar-benar takluk mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan Pak Dedi. Namun rupanya guru amoral itu tidak peduli, bahkan senang melihat aku dalam keadaan demikian. Ini terlihat dari gerakan tangannya yang kini bahkan terjulur ke atas meremas-remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi perbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan dan telah sangat basah kuyup.
“Paakk…, aakkhh…!”, aku mengerang keras, kakinya menjepit kepala Pak Dedi melampiaskan derita birahiku, kujambak rambutnya keras-keras. Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu adalah guruku yang usianya lebih pantas jadi ayahku.
Namun tak lama kemudian, Pak Dedi mulai merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke pundaknya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang penisnya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vaginaku yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga aku menggelinjang dan memejamkan mata.
Sedetik kemudian, aku merasakan penis itu mulai menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku, aku pun tak kuasa untuk menahan eranganku pada saat benda tumpul itu masuk ke dalam liang vaginaku.

Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Pak Dedi meluncur masuk semakin dalam. Ketika sudah masuk setengahnya ia memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga aku benar-benar berteriak karena terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku kesempatan untuk membiasakan diri dulu, Pak Dedi sudah menggenjotku dengan kasar. Pak Dedi menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke dalam tubuhku hingga aku memekik keras setiap kali kejantanan Pak Dedi menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun ada sensasi aneh yang baru pertama kali kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku juga merasakan rasa nikmat yang tak terkira. Aku hanya bisa merintih, sementara kami terus bergulat dalam posisi demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Aku telah orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang aku benci karena telah menjebakku seperti ini. Tubuhku mengejang selama beberapa puluh detik. Sebelum melemas. Namun Pak Dedi rupanya belum selesai. Ia kini membalikkan tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku hanya pasrah saja. Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas-remas payudaraku. Ia bahkan lebih memperhebat serangannya. Mungkin ia merasa dengan posisi seperti ini, jepitan vaginaku makin kencang.

Pada saat itu tanpa kusadari, Nono telah berlutut di depanku. Ia menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku. Dengan setengah terpaksa, setengah menahan nafsu, akupun mulai menghisap dan menjilati penis Nono yang ukurannya tidak jauh beda dengan penis Pak Dedi tersebut. Kini aku melayani dua orang sekaligus. Pak Dedi yang sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan Nono yang sedang memaksaku melakukan oral seks terhadap dirinya. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa sangat terangsang dengan posisi seperti ini.
Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam. Kadang-kadang aku hampir tersedak, tapi tidak ada yang mengalah, keduanya terus menggenjotku seenaknya. Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak berdaya saat bermain seks ternyata mengakibatkan diriku melambung di luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa henti. Aku mengalami orgasme yang datang dengan beruntun seperti tak berkesudahan. Tidak lama kemudian Pak Dedi mengalami orgasme. Batang penisnya menyemprotkan air mani dengan deras ke dalam liang vaginaku. Penisnya menyentak-nyentak dengan hebat, aku bisa merasakan air mani yang disemprotkannya banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar meleleh di salah satu pahaku.

Sesudah itu mereka berganti tempat. Nono mengambil alih posisi Pak Dedi. Masih dalam posisi doggy style. Batang kejantanannya dengan mulus meluncur masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah sangat licin dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan sudah bercampur dengan air mani Pak Dedi yang sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Nono seorang, karena Pak Dedi dengan nafas yang tersengal-sengal telah duduk telentang di atas sofa untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh pendek setiap kali Nono mendorong masuk penisnya. Nono terus memacu gerakkannya. Semakin lama semakin keras dan kasar hingga membuat aku merintih dan mengaduh tak berkesudahan. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa meremas-remas kedua belah payudaraku yang menggoda. Cukup kewalahan juga aku menghadapi Bang Nono, benar-benar luar biasa tenaganya.
“Ehh…akhirnya kesampaian… juga gue ngentotin… seleb sekolah,… memek model memang sip” ujarnya terengah-engah
Sudah hampir setengah jam ia bertahan. Terus…, terus…, aku tak peduli lagi dengan gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang kadang-kadang memekik menahan rasa luar biasa itu. Ketika klimaks itu sampai, aku tak peduli lagi…, aku memekik keras. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh hebat rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi memang, aku mendapatkan kenikmatan seperti ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi masa bodohlah, toh akupun menikmatinya.

Beberapa saat kemudian, Bang Nono mulai menggeram sambil mengeretakkan giginya. Tubuh si penjaga sekolah itu bergetar hebat. Penisnya menyemburkan cairan kental yang hangat ke dalam liang vaginaku dengan derasnya. Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami masing-masing terdiam mengumpulkan tenaga kami yang sudah tercerai berai. Aku sendiri terpejam sambil mencoba merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami di sekujur tubuhku ini. Terasa benar ada cairan kental yang hangat perlahan-lahan mengalir keluar dari liang vaginaku. Hangat dan sedikit gatal menggelitik. Vaginaku benar-benar banjir, basah kuyub. Aku menggerakkan tanganku untuk menyeka bibir vaginaku itu dan tanganku pun langsung dipenuhi dengan cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan di sana. Aku menggerakkan bola mataku ke arah lain melihat seseorang masuk ke ruangan yang ternyata Pak Hendri, guru fisikaku dan orang itu juga sudah telanjang bulat, dan astaga kulihat penisnya bahkan lebih besar dari penis Pak Dedi. Meski panjangnya sama, namun diameternya lebih besar. Aku menggigit bibir pasrah dan hanya bisa memejamkan mata ketika Pak Hendri mulai mendekati tubuhku.

Pak Hendri menyusul berbaring di sisiku, ia menyuruhku untuk memiringkan tubuhku,. Lalu Ia berbaring miring dibelakangku, dan berusaha menerobos vaginaku lewat belakang belakang. Kepala penis Pak Hendri yang besar itu menggesek clitoris di liang vaginaku hingga aku merintih kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan penisnya ke dalam vaginaku yang memang sudah sangat basah. Pelahan-lahan benda itu meluncur masuk ke dalam milikku. Tiba-tiba ia menekankan penisnya dengan agak kasar hingga seluruh batang itu amblas ke vaginaku, aku pun tak kuasa menahan diri untuk tidak memekik. Perasaan luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku mengejang beberapa detik. Pak Hendri cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia selesai masuk seluruhnya dia memberi kesempatan padaku untuk menguasai diri beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan kemudian makin lama makin cepat. Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap Pak Hendri menggerakkan tubuhnya, gesekan demi gesekan di dinding dalam liang senggamaku sungguh membuatku terbuai. 15 menit lamanya Pak Hendri menyetubuhi aku dengan cara itu. Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir, tengkuk dan leherku, tangannya selalu meremas-remas payudaraku. Aku dapat merasakan puting susuku mulai mengeras, runcing dan kaku.
Aku merasakan bagaimana batang penis lelaki itu keluar masuk ke dalam liang vaginaku. Aku selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk dalam-dalam.

Aku sempat melirik kesekeliling ruangan, ternyata Pak Dedi dan Bang Nono sudah menghilang entah kemana, sehingga hanya Pak Hendri dan aku yang ada di ruangan tersebut. Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi dahiku. Pak Hendri kemudian membaringkanku telentang dan menindihi tubuhku. Penisnya kembali memasuki vaginaku
“Dinda… oh udah lama… bapak pengen ngentotin kamu… kalo liat kamu, bapak…. kadang tak tahan lagi …dan pengen menggenjot kamu” racaunya
Ia memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun sudah berumur tapi sodokannya begitu mantap, bahkan mengalahkan sodokan Ryan pacarku. Tiba-tiba Pak Hendri melepaskan diri, lalu ia berjongkok di depanku yang masih terbaring dengan bagian bawah perutnya persis berada di depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia mau, namun tanpa sempat melakukannya sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk dibawa mendekati kejantanannya yang sungguh besar itu. Tanpa melawan sama sekali aku membuka mulut selebar-lebarnya, lalu kukulum sekalian alat vital Pak Hendri yang berlepotan berbagai macam cairan tersebut ke dalam mulutku hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Aku pun bekerja keras, menghisap, mengulum serta mempermainkan batang itu keluar masuk ke dalam mulutku. Kepala penisnya bergetar hebat setiap kali lidahku menyapunya.

Hingga akhirmya kurasakan semburan sperma memenuhi seluruh sudut mulutku, amat banyak.
“Ehh,,,Dinddaa…mulutmu enak sekali..ahhh” erangnya keenakkan.
Aku langsung meminum sperma yang memenuhi mulutku, dan harus kuakui sebenarnya aku menyukai rasa sperma yang asin, gurih, dan beraroma menyengat itu.
“Bukan main Dinda, ternyata kau hebat sekali!, memek paling nikmat yang pernah bapak entot” kata Pak Hendri penuh kepuasan.
Aku masih berbaring menelungkup di atas kasur. Pujian itu sedikit membuatku bangga, tapi aku memikirkan bagaimana bila orang lain yang mendengarnya, mau ditaruh dimana mukaku. Aku sungguh sangat kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak beristirahat. Masa bodoh dengan tubuhku yang masih telanjang bulat, rasanya seluruh tubuhku luluh lantak. Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari tempat tidur, aku memunguti pakaianku yang berserakan dan pergi mencari kamar mandi. Aku berpapasan dengan Pak Dedi yang muncul dari dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki sudah berpakaian seadanya dan sedang sibuk mengancingkan retsluiting celananya. Masih sempat terlihat olehku, bahwa di dalam kamar itu, di atas tempat tidur, tubuh Sherin yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh Bang Nono yang bergerak-gerak cepat, memacu naik turun. Sherin menggelinjang-gelinjang setiap kali Bang Nono bergerak naik turun. Sudah kuduga kalo ia juga bernasib sama seperti diriku.

“Kamar mandinya dimana Pak?” tanyaku pada Pak Dedi.
Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan tangannya ke sebuah pintu. Akupun segera beranjak menuju pintu itu. Di sana aku membersihkan diri seadanya sambil menangis. Aku tidak tahu sudah terjerumus ke dalam apa aku kini. Aku sungguh benci kepada diriku sendiri,rasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu, tadi itu adalah perkosaan namun setiap kali mengingatnya malah selangkanganku terasa basah dan ingin mengelusnya. Akupun menyemprotkan air dari shower kedalam liang vaginaku untuk mengeluarkan sisa-sia cairan yang mungkin masih belum keluar. Sesudah merasa cukup bersih, aku menyudahi mandiku dan memakai pakaianku. Dengan ponselku aku menelepon layanan taksi untuk menjemput dan mengantarku pulang. Dengan berjalan tertatih-tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari Pak Dedi untuk menagih janji. Akhirnya kutemukan ia di ruang tamunya, ia sedang duduk diatas sofanya, sambil menghisap sebatang rokok. Sherin masih dikerjai para bajingan itu ketika aku melintas di kamar tadi. Ia sedang menaik-turunkan tubuhnya di atas penis Pak Hendri yang berbaring telentang sambil menggerayangi tubuh mulusnya. Sementara Bang Nono yang berlutut di sebelahnya sedang asyik menyusu sambil tangannya meremasi payudara yang satunya. Ia memandangku dengan tatapan sayu ketika aku lewat di depan pintu, mulutnya terus mengeluarkan desahan nikmat. Jujur saja, aku kasihan padanya, gadis secantik itu harus menjadi budak seks para bandot itu, namun aku tak dapat berbuat apa-apa karena akupun dalam kesulitan yang sama dengannya.

“Bagaimana dengan HP Ryan pak?”.
“Minggu depan kamu dapat mengambilnya”, sahut laki-laki itu pendek.
“Kenapa tidak sekarang saja?”, protes aku tak puas.
“Aku masih ingin bertemu kamu, selama seminggu ini bapak minta agar kamu melayani bapak, kapan saja bapak mau”, jawab Pak Dedi.
Aku dongkol dengan jawabannya itu. Sudah kuduga urusannya tidak akan beres begitu saja. Tanganku terkepal erat-erat menahan marah, ingin rasanya menonjok bandot ini, tapi akupun segera dapat menguasai diri. Sungguh menyebalkan mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya, dasar munafik, padahal baru tadi siang ia mengkhotbahiku mengenai kebejatan moral, sementara ia sendiri yang bermoral bejat dan memangsa muridnya sendiri
“Gak janji!”, sahutku seenaknya sambil bangkit berdiri dan berjalan melewati pintu keluar. Sudah hampir jam sembilan malam ketika aku keluar dari rumah itu, berarti hampir 2 jam lamanya aku digarap oleh para bandot tua itu.
Tak lama menunggu di luar, taksi yang kupesan pun tiba, dan begitu berhenti didepanku, aku langsung masuk dan menyebutkan alamat rumahku. Sepanjang perjalanan aku termenung memikirkan apa yang baru saja terjadi dan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam hidupku. Aku tumpahkan segala perasaan campur aduk, kekesalan, dan sakit hati dengan menangis di kamarku. Yang tadi itu barulah permulaan, entah peristiwa apalagi yang akan menimpaku di masa yang akan datang

Keesokan paginya aku bangun dengan perasaan tidak enak. Sungguh malas rasanya kalau harus pergi ke sekolah dan harus bertatap muka dengan orang-orang yang telah menikmati tubuhku semalam. Akupun memutuskan untuk bolos sekolah saja, selain karena malas, juga untuk mengulur waktu. Bukankah pak Dedi bilang ia ingin menikmati tubuhku selama seminggu ini saja, jadi kalau aku tidak sekolah, makin sedikit kesempatan baginya untuk menikmatiku.
Aku bangkit dari tempat tidur untuk meminta izin bolos dari mama, tapi tiba-tiba HP ku berbunyi, aku meraihnya, hmm ada SMS entah dari siapa, no yang tak kukenal.”Dinda, hari ini kamu ke sekolah jangan pakai celana dalam, supaya nanti lebih gampang, oke?! Dan jangan coba-coba bolos, atau perjanjian kita bapak anggap batal, dan bapak terpaksa memberikan HP Ryan pada Kepala Sekolah. Sampai ketemu di Sekolah. Pak Dedi.”

“Aahhhggg, shit!” aku mengerang frustasi.

Rupanya Pak Dedi sudah bisa menduga niatku untuk bolos hari ini, menyebalkan. Lagipula kenapa pula aku tidak boleh memakai celana dalam ke sekolah? Emang gue eksebisionis?! Pak guru bejat itu pasti berniat menggarapku di sekolah. Dasar tua bangka gak tahu diri.

Karena tidak punya pilihan lain, aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah mandi dan memakai seragam sekolahku, aku melihatlihat jadwal pelajaranku. Sialan, ada mata pelajaran Bahasa Indonesia di jam terakhir, artinya aku harus melihat wajah berengsek Pak Dedi selama 1,5 jam penuh. Aku hendak turun dan sarapan, ketika teringat pesan Pak Dedi tadi, aku lalu membuka celana dalam yang telah kupakai, dan melemparkannya ke sudut kamarku. Aku tidak ingin menentang Pak Dedi, daripada malah menimbulkan masalah yang lebih besar. Rasanya aneh juga tak memakai celana dalam, apalagi rok seragamku tergolong mini, hampir 15 cm diatas lutut, aku mesti berhati-hati nih jangan sampai menimbulkan kehebohan yang gak perlu. Di meja makan keluargaku sudah menunggu, tapi selera makanku sudah hilang.

“Pa, Ma, Dinda mau langsung berangkat aja ah, males sarapan nih” kataku.

“Lho kenapa? Sarapan itu penting banget lho buat kesehatan” kata mamaku.

“Ya, sekali-kali kan gak apa-apa, lagian ada sesuatu yang Dinda mesti kerjain dulu, udah yah dah” kataku cepat setelah mencium pipi papa dan mamaku.

Aku berjalan menuju garasi, dimana Fendi, supirku sudah menunggu. Dengan sigap, Fendi membuka pintu belakang mobilku, dan tak lama kemudian, mobilku pun sudah melaju menuju sekolahku. Selama perjalanan aku merasa tidak tenang, seakan-akan Fendi mengetahui bahwa aku tidak memakai celana dalam dan beberapa kali mencuri pandang kearahku, padahal hal itu tidak mungkin. Aku pasti cuma paranoid aja.

Sampai di sekolah, aku langsung menuju kelasku, Ratna teman sebangkuku telah berada di sana, Ia memang miss rajin.

“Tumben dateng pagi? Biasanya bel udah bunyi lu baru nongol” ejek Ratna.

“Yah sekali-sekali gak telat kan asik juga” jawabku sekenanya, mood ku bener-bener lagi jelek nih.

Selama beberapa jam berikutnya pikiranku benar-benar melantur kemana-mana. Yang pertama aku merasa serba salah dengan posisi dudukku. Masalahnya bangkuku berada di baris paling depan, tepat di sebelah kiri depan meja guru, sehingga apabila aku tidak waspada, si guru bisa langsung melihat bahwa aku tidak memakai celana dalam. Yang kedua, aku menebak-nebak apa sebenarnya rencana Pak Dedi terhadapku, jangan-jangan dia mau yang aneh-aneh, hari ini. Kalo cuma seks aku tidak keberatan, tapi kalo dirty seks, lebih baik gue mesti menanggung malu dan terbongkar rahasiaku daripada melakukan dirty seks dengan Pak Dedi. Jam istirahat pun tiba, dan seperti biasa, anak-anak sekolahku berhamburan ke kantin, termasuk aku.

“Da, Dinda!” ada seseorang yang memanggilku.

Akupun menoleh dan melihat bahwa yang memanggilku adalah gadis cantik kelas 3 yang kemarin juga menyuruhku untuk menghadap Pak Dedi. Kuakui gadis itu tidak kalah cantik denganku, dengan rambut pendek diatas bahu, kulitnya kuning langsat, hidung mancung dan mata lebar, yang mengingatkanku akan salah satu bintang sinetron Indonesia terkenal. Bentuk tubuhnya pun bisa dibilang hampir sempurna.

“Din, sini, gue mau ngomong bentar” ajaknya sambil langsung menarik tanganku kearah lab biologi.

Ketika sampai, kamipun memasuki lab tersebut, gadis itu melongok kesekeliling kami, tampaknya memastikan tidak ada orang didalamnya, tidak ada seorangpun disana Lab ini memang selalu sepi jika jam istirahat dimulai.

“Ada apa kak?” tanyaku

“Din, nama gue Amanda, gue anak 3 IPA 1. Gue tahu apa yang udah menimpa diri lu” katanya serius.

“Maksud kakak?” tanyaku pura-pura bodoh.

“Lu udah jadi korban si berengsek Dedi itu kan? Gue udah denger sendiri dari Nono, katanya semalem dia ama geng bejatnya dapet korban baru, yaitu lu” katanya lagi.

“Korban baru? Maksud kakak, bukan cuman saya yang udah jadi korban mereka?” tanyaku

“Ya iya lah, sebelum lu, udah belasan siswi sekolah kita yang jadi korban…termasuk gue” katanya, ada gurat kesedihan dalam suaranya.

“Kakak…” aku benar-benar tak tahu harus berkata apa.

“Biar gue tebak, lu sekarang gak pake celana dalam kan? Trus abis ini, sepulang sekolah lu bakalan digarap ama si Dedi bangsat itu di ruang kantornya, atau ama si Nono di gudang sekolah”

Aku merinding mendengarnya, jadi aku memang bukan yang pertama yang jadi korban mereka.

“Gini Din, apapun yang dia janjiin, dia gak bakalan nepati janjinya. Dulu ama gue, dia bilang cuma bakalan ngegarap gue seminggu doang. Tapi buktinya, udah ampir setahun gue jadi budak seks mereka, sekarang gue udah bener-bener terjerumus Din. Gue gak pingin hal yang sama terjadi ama lu. Lu harus menghentikan mereka Din, atau lu gak bakalan bisa keluar”

“Tapi gimana caranya kak? Pak Dedi itu megang rahasia aku…aku gak bisa melawan” ingin menangis rasanya mendengar keterangan kakak kelasku itu.

” Tenang Din, kita pasti bisa, asal kita bersatu, pasti akan ada jalan” katanya antusias.

Aku hanya mengangguk, pikiranku semakin kalut.

“Ya udah kamu balik aja sekarang, nanti kita pikirin gimana cara terbaik buat keluar dari masalah ini, oke?” katanya menenangkan.

Aku kembali menuju kantin, karena perutku yang belum diisi apapun sejak pagi, sudah protes berat. Kantin ternyata sudah penuh sesak oleh anak-anak sekolahku. Aku menghampiri meja kantin yang menyediakan berbagai macam makanan itu.

“Eh non Dinda. Mau makan apa non” Bang Muin si penjaga kantin menyapaku dengan ramah.

Bang Muin adalah penjaga kantin yang telah belasan tahun lamanya bekerja di sekolahku itu. Usianya mungkin sudah mencapai 60-an. Tubuhnya agak gemuk, giginya sudah ada yang ompong, dan sebagian rambutnya sudah memutih. Selain tampangnya yang lucu, Bang Muin sendiri memang orangnya lucu dan ramah, sehingga membuatnya cepat akrab dengan murid-murid disekolahku.

“Ah, yang biasa aja Bang, tolong ambilin ayam gorengnya, plus kasih sayurnya aja” kataku

“Baik non” iapun mengerjakan permintaanku, tapi yang membuatku sedikit merasa heran adalah pandangannya yang tidak seperti biasa. Sekilas ia menatapku seakan-akan aku adalah ayam goreng yang siap disantapnya. Atau mungkin ini hanya khayalanku?

Selesai makan siang, aku kembali ke kelasku dan melanjutkan pelajaranku seperti biasa, hingga akhirnya tibalah mata pelajaran terakhirku, yaitu Bahasa Indonesia. Dan Pak Dedi dengan mukanya yang menyeramkan itu pun memasuki kelasku. Seperti biasa kelas langsung sunyi senyap, tidak ada yang berani macam-macam menghadapi si guru killer yang satu ini.

Pelajaran berlangsung seperti biasa, tetapi belum lama, kulihat Pak Dedi mengeluarkan HP nya dan mengutak-atik sebentar, entah kebetulan atau bukan, HP ku pun bergetar, karena memang kusetel vibra mode, jadi ringtonenya tidak ikut bunyi. Aku membuka sms yang masuk dengan sembunyi-sembunyi. Sialan dari Pak Dedi.

“Din, buka kedua kaki kamu lebar-lebar, bapak pengen liat memek kamu” isi dari sms itu.

Kurang ajar nih bandot tua! Dia mau ngerjain aku didalam kelas? Aku hanya bisa merutuk, tapi terpaksa menuruti perkataannya dan merenggangkan kedua pahaku lebar-lebar. Rok seragamku yang pendek itupun tertarik, hingga mencapai paha atasku, hingga pandangan Pak Dedi kearah vaginaku yang merekah terbuka tanpa penghalang. Karena kuatir Ratna memperhatikan perilakuku, akupun memajukan kursi hingga mepet ke meja. Aku memperhatikan wajah Pak Dedi agak berubah, kemudian timbul senyum yang berusaha ditutupinya dengan buku.

“Oke, ini ada soal latihan, kalian kerjakan yah, masih ada sisa waktu 30 menit, kayaknya cukup” katanya kemudian sambil membagikan kertas soal latihan.

Apalagi ini? Mana mungkin aku mengerjakan soal latihan dalam keadaan seperti ini? Sialan. Tapi belum lama kemudian aku menyadari niatnya. Rupanya Pak Dedi ingin menikmati pemandangan vaginaku sepuasnya tanpa diganggu. Kulihat wajahnya sebentar pucat sebentar merah, kadang tersenyum kearahku kadang menatap ke bawah mejaku.

Aku merasa aneh, seharusnya aku merasa sebal dilecehkan seperti ini, tetapi melihat ekspresi muka Pak Dedi yang menahan nafsu melihat vaginaku, serta sensasi angin segar yang kadang bertiup menerpa vaginaku yang tak terhalang, didepan orang banyak yang tak menyadarinya. Aku merasakan tubuhku menghangat dan gairahku naik!. Tetapi hanya 15 menit kemudian.

“Udah anak-anak, kumpulkan jawaban kalian, terus silahkan pulang lebih cepat. Bapak mau ada keperluan” Seru Pak Dedi terburu-buru.

Pak Dedi lalu mengumpulkan semua berkas soal latihan, memasukannya secara sembarangan kedalam tasnya, dan bergegas keluar dari ruang kelasku dengan langkah yang agak aneh, seperti ada sesuatu yang mengganjal kakinya. Tampaknya ia telah mencapai batas ketahannya. Terbukti dari sms berikut yang ia kirimkan padaku.

“Dinda, abis ini kamu langsung datang ke kantorku, jangan lama-lama”

“Tumben Pak Dedi nyuruh kita pulang lebih cepat” Kata Ratna temanku, sambil membereskan tasnya.

Aku tidak menjawab, aku hanya membereskan tasku dan bergegas menuju ke ruang kantor Pak Dedi. Ratna pasti heran melihat kelakuanku, bahkan aku sendiri pun heran melihat kelakuanku. Aku kan hendak digarap oleh guru bejat itu, tapi kenapa aku malah bersemangat dan buru-buru mendatanginya. Apa ini tandanya aku mulai ketagihan seks?

Akhirnya tibalah aku di depan kantor Pak Dedi, tanpa mengetuk pintu aku pun langsung masuk. Begitu aku masuk, pintu dibelakangku langsung tertutup, dan terdengar suara kunci yang diputar. Aku hendak memutar badan untuk melhat pelakunya, tetapi dua tangan kokoh mendorong kedua bagian belakang bahuku. Tubuhku pun terdorong, hingga hampir membentur meja kerja Pak Dedi, jadi aku mencegahnya dengan kedua tanganku.

“Bungkuk dikit Da” kata sebuah suara serak milik pak Dedi.

Kedua tangannya melingkari pinggangku dari belakang, menariknya hingga kedua kakiku tertarik, sementara kedua tanganku bertumpu pada meja untuk menjaga keseimbanganku. Aku merasakan rok seragamku ditarik keatas hingga mencapai pinggang ku, hingga terpampanglah pantatku yang putih mulus dihadapan pak Dedi, yang tentu saja langsung meremas-remasnya dengan gemas.

“Gila kamu, bikin bapak nafsu setengah mati dikelas tadi. Kalo gak bisa menahan diri, mungkin sudah bapak perkosa didepan kelas tadi” katanya sambil terus meremas-remas pantatku.

Aku tidak menjawab, sungguh menyebalkan, dia yang menyuruhku tadi, kenapa dia malah menyalahkanku. Sungguh bajingan tua, guruku ini. Tapi tiba-tiba, tubuhku terasa tersengat listrik. Aku merasakan jari-jari Pak dedi membelai-belai vaginaku perlahan-lahan dengan lembut, jarinya mengusap-usap belahan vaginaku naik turun hingga perlahan-lahan memasuki liangnya dengan lembut. Akupun tanpa sadar merintih.

“ahh…ehhgh” menyadari rintihanku, aku pun langsung menggigit bibir, jangan sampai aku terlihat seperti cewek murahan didepan bandot tua ini.

Tapi tekad tinggal tekad. Sekarang dua jari Pak Dedi langsung menerobos vaginaku dengan tiba tiba, dan bergerak keluar masuk dengan liarnya. Tidak hanya itu aku bahkan merasakan basuhan hangat lidah menciumi dan menjilati vaginaku, bahkan terkadang naik, hingga menjilati pantat dan anusku. Gerakan jari yang diselingi ciuman, hisapan, dan jilatan itu sungguh membuatku kalang kabut. Dan aku tanpa peduli lagi langsung merintih tertahan.

“Pak…ehhh…terus pakk” erangku.

“Kamu suka dibeginin kan Din?” tanyanya disela-sela perlakukannya padaku.

Aku hanya mengangguk-angguk, kurasakan vaginaku mulai basah, tandanya aku sudah terangsang berat.

10 menit lamanya Pak Dedi mempermainkanku dengan ahlinya, hingga kemudian aku merasakan darahku naik ke ubun-ubun dan suatu kenikmatan yang sangat luar biasa, badanku meregang dan cairan hangat mengalir dari liang vaginaku, rupanya aku telah merasakan orgasme akibat perlakuan Bandot tua ini. Pak Dedi tanpa ragu menjilati cairan yang keluar sedikit demi sedikit itu dengan nafsunya. Tak lama kemudian aku mendengar suara resleting yang terbuka, dan suara benda logam jatuh ke lantai. Pak Dedi telah membuka celananya dan menjatuhkannya kelantai beserta dengan ujung sabuknya yang menimbulkan bunyi tadi. Sebuah benda tumpul perlahan menggesek-gesek bibi vaginaku, dan sedikit-demi sedikit menerobos vaginaku senti demi senti. Karena liang vaginaku yang masih sempit, agak susah payah Pak Dedi memasukkan penisnya yang besar, keringat kami pun bercucuran, wajah bandot tua itu memerah, rasanya nikmat, sakit, perih, senang, puas.. campur aduk jadi satu, akhirnya… jess… masuk sudah seluruh penis Pak Dedi ke dalam liang senggamaku. Liang vaginaku menjepit keras penis Pak Dedi, dan lumayan sakit rasanya, namun nikmaatt sekalii… Pak Dedi pun mulai sibuk menggerakkan badannya maju mundur sambil mengerang-erang.

”Arrghh Dinda… arrgghh…sudah seharian ini……bapak udah gak…sabar pengen nyicipin …memek ..kau.. yang sempit..ini” erangnya.

Penis Pak Dedi pun bergerak-gerak perlahan menggesek vaginaku, aku bisa merasakan urat-uratnya yang menonjol menggesek dinding vaginaku, menimbulkan rasa nikmat yang membuat kakiku lemas dan gemetaran.

Gaya serangan pak Dedi kini berubah menggebu-gebu dan tekanan-tekanan penisnya benar-benar semakin dashyat. Setiap kali pak Dedi menancapkan penisnya yang besar itu kedalam lubang vaginaku, maka tekanan penisnya menarik seluruh bibir vaginaku melesak kedalam, sehingga klitorisku pun ikut tertekan masuk dan tergesek-gesek dengan batang penisnya yang dilingkari oleh urat-urat menonjol. Hal ini membuatku menggelinjang-gelinjang nikmat.

”Aaagghhh…, aaddduuhh…, paakkk…, peeelllannn-peellannn…, doongg…!”, akan tetapi pak Dedi justru malah meningkatkan tempo permainannya, semakin aku menggeliat-geliat, semakin menggebu-gebu ia memompakan penisnya ke dalam liang vaginaku.
Tangan Pak Dedi pun mulai membuka tiga kancing paling atas seragamku, tangannya menyusup kebalik seragamku, dan meremas-remas payudaraku yang masih tertutup Bra-ku. Hingga kemudian tanggannya menyelinap kebali cup bra-ku hingga telapak tangannya bersentuhan langsung dengan payudaraku yang kenyal dan mulus. Bahkan jari-jarinya memuntir-muntir puting payudaraku, dan memijatnya perlahan hingga membuatku makin blingsatan.

“Ahhh…eghhh…pakkk” hanya itu yang keluar dari mulutku.

Rupanya bandot tua ini memang cukup perkasa, 15 menit lamanya ia menggenjotku dengan semangat, namun belum ada tanda-tanda akan keluar. Didalam ruangan tersebut, yang terdengar hanyalah suara erangan pak Dedi, desahanku yang sedang menahan nafsu, dan suara tumbukan bagian bawah perut Pak Dedi yang membentur pantatku, menimbulkan suara konstan yang khas. Namun akhirnya aku merasakan penisnya bergetar keras, dan remasan tangannya pada payudaraku makin mengeras.

“Ooohh…Dinnn…enak…banget…memekmu…din” erangnya.

Pak Dedi lalu menarik tubuhku hingga menghadapnya, mendorong turun bahuku memaksaku jongkok didepannya, aku tahu apa keinginannya. Aku segera meraih penis yang mengacung keras didepan wajahku itu, lalu memasukannya kedalam mulutku. Kuhisap dan jilati penis itu, diselingi dengan kocokan tanganku yang lembut. Tak lama penis itu pun menyemburkan lahar putihnya, yang segera kusambut dengan mulutku.

“Dinn…oohhh…Dinda” erangnya sambil tangannya meremas-remas rambut dan kepalaku.

Sperma Pak Dedi pun langsung memenuhi seluruh sudut mulutku, disertai rasa dan aromanya yang khas. Akupun mengulum sebentar sperma tersebut sebelum menelannya, aku memang menyukai rasa sperma yang khas dan segar itu. Akupun kembali meraih penis Pak Dedi dan mulai membersihkannya, sekalian mengurut keluar sisa-sisa sperma yang mungkin masih tersisa. Pak Dedi hanya membelai-belai rambutku, menerima perlakuaku tersebut.

“Dinda, kamu suka dientot yah?” tanyanya

Aku hanya mengangguk.

“Kalau peju gimana? Kamu suka peju?” tanyanya lagi.

Aku kembali mengangguk. Persetan apa yang dia pikirkan mengenai aku. Setelah mereguk kenikmatan seperti barusan, untuk apalagi aku berpura-pura. Pak Dedi akhirnya memakai kembali dan merapikan celananya. Aku merapikan pakaian dan rokku yang sudah tersingkap kemana-mana. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Pak Dedi yang sudah rapi membuka kunci pintu dan membuka sedikit pintunya. Setelah melihat siapa yang baru saja mengetuk pintu, Pak Dedi membuka pintunya dan Bang Nono, si penjaga sekolah yang kemarin ikut menggarapku beserta guru-guru bejat itupun memasuki kantor Pak Dedi.

“Gimana pak, udah?” tanya Nono sambil senyam-senyum memuakkan.

“Udah No, gih pake aja sepuasmu” jawab Pak Dedi acuh tak acuh.

Aku tahu mereka sedang membicarakan aku. Aku merasa jengkel, enak aja mereka mengoper-oper aku seenaknya, emangnya aku motor pinjaman apa, yang bisa mereka pinjam dan ditunggangi kapan aja mereka mau! Tanpa basa-basi Bang Nono menarik lenganku. Aku langsung mengibaskan lenganku melepaskan diri.

“Apa-apaan sih maen tarik aja. Emangnya gue kerbau apa?” kataku sedikit emosi.

“Tenang non, gak usah sok-sok ngelawan. Tau kan akibatnya kalo ngelawan? Non bakalan jadi bintang bokep paling populer di internet” katanya sambil terkekeh.

Mendengarnya aku langsung tak berkutik.

“Kalo emang kamu mau ngentot aku yah entot aja, tapi gak usah pake tarik-tarik gitu dong” kataku kesal atas ketidakberdayaanku.

“Ya udah, kalo gitu non ikutin saya aja, oke” katanya dengan senyum kemenangan terukur diwajahnya.

Aku mengangguk, dan segera mengikuti langkah Bang Nono yang meninggalkan kantor Pak Dedi. Aku melihat kekanan-dan kekiri, sekolah tampaknya sudah sepi, hanya ada beberapa siswa yang mungkin hendak mengikuti kegiatan ekskul. Bang Nono ternyata membawaku ke gudang sekolah yang letaknya disudut sekolahku, tempat yang memang selalu sepi, pada jam pelajaran sekalipun. Setelah sampai didepan pintu gudang, ia mengetuk pintu tersebut tiga kali, dan tak lama pintu pun terbuka. Bang Nono segera mendorongku masuk. Gila, ternyata didalam sudah ada banyak orang!

Yang pertama kulihat adalah Bang Muin si penjaga kantin, yang baru saja membukakan pintu. Lalu diatas selembar matras olahraga yang terhampar dilantai, aku melihat Amanda, kakak kelasku yang juga telah menjadi korban geng bejat di sekolahku. Amanda telah telanjang bulat, kedua kakinya mengangkang lebar, sementara ada tangan yang sedang mengobok-obok vaginanya. Tangan itu adalah milik Parjo, satpam sekolahku, si Parjo ini setali tiga uang dengan Bang Nono, sama jelek dan dekilnya, dan sama belagu dan soknya. Sementara payudara Amanda yang terbuka lebar sedang diremas-remas oleh sepasang tangan milik Hadi, tukang sapu sekaligus tukang kebun sekolahku. Ahrggg, sialan! Sebentar lagi pasti aku yang digarap oleh orang-orang tak tahu diri ini. Akupun hendak melarikan diri, persetan dengan rekaman ditangan Pak Dedi! Namun belum sempat aku membalikkan badan untuk melarikan diri, Bang Nono sudah memelukku dari belakang.

“Mau kemana non? Disini aja udah, tak kasih enak lho” Kata bang Nono sambil terseyum-senyum.

“He..he..non Dinda, udah lama saya ngincer non, tiap kali liat tubuh seksi non Dinda, saya selalu ngekhayal ngentotin non Dinda sepuasnya. Taunya hari ini kesampaian juga” kata bang Muin, wajahnya yang biasanya lucu dan ramah, kini berubah menyebalkan.

“Eh, kalo mau ngentotin gue, entot aja, tapi jangan banyak bacot lu, enek gue dengernya” kataku yang kesal setengah mati.

Mendengar ini, Bang Muin yang sudah bertelanjang bulat, kemudian menghimpit tubuhku lalu langsung melumat bibirku, lidahnya menerobos masuk kedalam mulutku dan memijat lidahku dengan lembut, ternyata dia mahir memainkan lidahnya, nafasku habis rasanya. Sekilas kulihat Amanda yang masih dikerjai Parjo dan Hadi yang membelai, mencium dan mengulum dada montok miliknya. Amanda melihatku dengan pandangan sayu, antara berahi dan rasa penyesalan yang amat dalam. Bang Nono dengan tidak sabaran langsung membuka seluruh kancing seragamku, ia menarik seragamku dan langsung membuka bra ku dan melemparkannya kesudut ruangan, hingga aku berdiri dengan bertelanjang dada, mempertontonkan payudaraku dihadapan para bandot tua yang melotot melihat payudaraku yang indah dan putih mulus.

“Gile, toketnya bagus banget, putih, sekel” ujar bang Muin.

Setelah beberapa saat berciuman, bang Muin pun mulai mencium leher di bawah telingaku sambil mendesah-desah merasakan kenikmatan, setelah itu dia merambat mengerjai payudara sebelah kiriku dengan liar dan ganas. Sementara tangan bang Nono langsung melucuti rok seragamku, yang langsung melorot kelantai, hingga sekarang aku benar-benar telah telanjang bulat.

Tangan Bang Nono lalu berpindah ke paha dan mulai meraba-raba pahaku yang putih mulus,dan perlahan mulai bergerilya sampai di sebuah bukit kecil milikku, dengan leluasa Bang Nono menemukan celah vaginaku dan segera jari-jari tangannya mulai menyusup masuk ke dalam celah dan mulai memainkan clitorisku. Tubuhku mulai bergetar sambil tanpa sadar mengeluarkan suara desahan-desahan nikmat, ahh… ahh… ahh…, ” Bang Nono yang mendengar desahanku pun semakin bernafsu untuk mengobok-obok liang vaginaku dengan jari-jarinya. Ssst! Sunguh nikmat sekali. Tiba-tiba aku mendengar erangan Amanda, ternyata dia sedang dalam keadaan tengkurap di antara Hadi dan Parjo. Gila, Amanda sedang di sandwich, dikerjai depan belakang, Hadi mengerjai vaginanya, sedangkan Parjo menggejot anusnya.

“Gilaaa.. sett.. ughhh.. ssst!” mulut Amanda ngomel-ngomel nggak karuan sambil merem-melek tak berdaya.

Tiba-tiba badanku diangkat, dan kedua kakiku dilingkarkan hingga mengalungi pinggang Bang Muin, ternyata dibalik tubuh gemuknya, tenaganya besar juga, karena ia mengangkatku dengan amat mudah. Aku lalu mengalungkan tanganku keleher Bang Muin untuk menjaga keseimbanganku. Aku merasakan ada benda tumpul yang menggesek-gesek vaginaku, mencari jalan masuk. Setelah batang penis bang Muin berada tepat di antara bibir vaginaku, pantatku ditarik dengan keras-keras hingga masuk semua batang penis itu dengan lancar menerobos liang vaginaku yang memang sudah licin. Penisnya pun langsung bergerak-gerak dengan liar, dan ternyata walaupun sudah berumur, namun batanganya masih amat keras, dan genjotannya pun mantap.

Tak lama kemudian, aku merasakan sebuah jari mengorek-orek liang anusku. Dalam posisi seperti ini, anusku memang terbuka lebar, seakan mengundang Bang Nono untuk memainkan jarinya di anusku ditengah genjotan nikmat Bang Muin. Sensasi aneh melandaku, belum pernah aku diperlakukan seperti ini sebelumnya, sungguh sangat berbeda, dan nikmat. Tetapi makin lama aku merasakan jari-jari bang Nono semakin besar, aneh sekali, hingga aku akhirnya menyadari, bahwa bukan jari lagi yang mengorek-orek anusku, melainkan penisnya. Bang Nono berusaha memasukkan batang kemaluannya ke dalam anusku!

“No, jangan keterlaluan lu No!” kataku sedikit panik.

“Tenang aja non, nanti juga enak ko, tanya aja ama non Amanda noh” jawab ang Nono santai.

Penisnya memasuki anusku yang sempit, senti demi senti.

“Ssst.. aaah.. aaah!” Gila sakit banget, baru kali ini anusku digarap orang. “Aaakkh..!” aku menjerit sekuat tenaga begitu batang penis itu seluruhya masuk ke dalam anusku.

Untuk beberapa saat, gerakannya masih perlahan, keluar masuk sedikit demi sedikit. Namun makin lama, gerakannya makin cepat, bahkan mulai mengimbangi gerakan bang Muin. Tubuhku pun hanya bisa terlonjak-lonjak diapit oleh dua tua bangka yang sedang menikmati tubuhku ini.

“Ehrrgh…ehrrg” erangku tak tahan.

Selang beberapa saat, terasa juga nikmat yang sebelumnya tidak terbayangkan, timbul dari gesekan dari dua lubang kenikmatan di tubuhku ini. 10 menit kemudian, tubuhku mengejang rasanya nikmat sekali dan akupun hampir semaput, sampailah aku pada klimaks. Sialan, rasanya mudah sekali aku mencapai orgasme bila sedang digarap oleh geng bejat ini, padahal bisa sedang bercinta dengan Ryan, aku sulit mencapai kepuasan seperti ini. Tapi meski aku sudah orgasme, dan vaginaku mengeluarkan cairan yang mengucur dengan deras dan muncrat kemana-mana, kedua orang ini masih sibuk menggenjotku. Sungguh kewalahan aku melayani mereka.

Beberapa saat kemudian kurasakan bang Nono yang sedang menggarap anusku, menggeram serta meremas pantatku kuat-kuat, dan kemudian kurasakan bagian dalam anusku tersembur cairan yang hangat. Rupanya ia sudah mencapai orgasme, bang Nono pun melepaskan tubuhku, dan jatuh terduduk karena lemas. Tinggal bang Muin yang masih menggenjotku sambil berdiri, perkasa juga ia rupanya.

”Gimana In, memeknya enak gak?” tanya Parjo

Rupanya Parjo dan Hadi telah selesai menggarap Amanda, dan kini keduanya duduk selonjor diatas matras, sementara Amanda masih berbaring lemah dengan kedua kaki mengangkang. Nafasnya tampak terengah-engah kelelahan.

“Gillaa men…eennaaakk banget…memek ABG” kata Bang Muin terengah-engah.

“Yah enak lah..gratis!” ejek Hadi.

Percakapan mereka ini sungguh membuat hatiku panas. Tak lama kemudian, Bang Muin menggeram keras, penisnya berdenyut-denyut, dia lalu menghujamkan penisnya dalam-dalam.

“Aaahhh non Dindaaa…enakk banget” erangnya.

Penisnya pun menyemburkan spermanya hingga memenuhi rahim dan vaginaku. Bang Muin lalu melangkah menuju matras, dengan lembut membaringkanku diatas matras, dan sejenak mencium dan memasukan lidahnya kedalam mulutku, sementara penisnya masih tertancap di vaginaku.

“Woy gantian, gue juga pingin rasain memeknya nih”, kata Parjo sambil tertawa-tawa, waduh habis aku, sama sekali gak dikasih kesempatan untuk istirahat.

“Banyak bacot lu pada! Gak tahu lagi enak apa? Tuh pake sepuaslu!” kata Bang Muin sambil bangkit berdiri.

Hadi dengan tangkas menyodorkan batang kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah setengah sadar ketika Parjo memposisikan diri diantara kedua kakiku. Parjo pun lalu langsung memasukkan penisnya yang masih belum tegang benar kedalam vaginaku. Keadaanku sudah sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang bergantian menggauliku. Aku kini hanya telentang pasrah dengan tubuh yang bergoyang-goyang akibat genjotan Parjo yang mantap. Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua belah pahaku lebar-lebar sambil terus menghunjam-hunjamkan penisnya ke dalam vaginaku. Sementara Hadi menjejal-jejalkan penisnya ke dalam mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengontrol diriku lagi, dan segera melakukan kuluman dan jilatan pada penis Hadi dengan lidah dan mulutku. Akupun semakin lama semakin horny dan semakin tidak kuat lagi menahan desakan kenikmatan yang makin memuncak dan semakin tidak tertahankan itu. Hingga akhirnya merasa seperti melayang menyentuh awan dan tanpa sadar aku melenguh keras .

“Ooooahh…, Jooo..”, dan akupun meremas kuat belakang kepala Parjo dan menjepit erat pinggangnya dengan kedua paha dan kaki sekuat-kuatnya dan juga mengangkat pinggulku hingga penisnya menancap dalam-dalam liang vaginaku, saat itu diriku terasa basah dan nikmat sekali. Basah baik pada lubang kemaluanku maupun sekujur tubuhku.

Meskipun badanku terasa begitu lemas sehabis orgasme tersebut, aku memaksakan diri dan meraih penis Hadi yang sempat lepas dari kulumanku, dan segera memasukannya lagi kedalam mulutku, entah kenapa penis itu rasanya nikmat sekali, atau mungkin karena aku seudah kecanduan menghisap penis? Hampir 15 menit lamanya mereka menikmati servis vagina dan mulutku. Tak lama kemudian, Hadi mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. Aku meronta, ingin mengeluarkan benda itu dari dalam mulutku, namun tangan Hadi yang kokoh tetap menahan kepalaku dan aku tak kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan kental yang hangat itupun akhirnya memenuhi seluruh sudut mulutku.

“Jangan dulu ditelen non, nikmatin dulu dong” kata Hadi sambil tertawa-tawa.

Iapun lalu membuka mulutku dengan paksa, dan tertawa puas ketika melihat mulutku yang penuh dengan spermanya. Akhinya ia melepaskan mulutku, dan aku segera menelan cairan berbau menyengat itu. Ketika aku melihat kesamping, rupanya Amanda telah kembali digarap, kali ini oleh Bang Muin, sementara bang Nono sudah menghilang entah kemana. Tiba-tiba Parjo yang masih menggenjotku melenguh panjang, ia rupanya telah mencapai orgasmenya. Iapun meremas-remas kedua belah payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak mengaduh kesakitan. Aku merasakan penisnya memuntahkan lahar panas didalam vaginaku, untuk kedua kalinya dalam sehari, rahimku dibanjiri sperma orang-orang yang kubenci, belum lagi yang orgasme di mulut dan anusku.

Beberapa saat kemudian dengan nafasnya yang tersengal-sengal Parjo memisahkan diri dari diriku. Banyak sekali sperma yang memenuhi vaginaku, bahkan sampai meluap keluar dan membasahi daerah sekitar bibir vaginaku. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain memejamkan mata erat-erat, tubuhku mengejang melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat erotis merasakan siksa birahi semacam ini hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk ke sekian kalinya. Hadi dan Parjo sudah terduduk terengah-engah, tampaknya sudah tak mampu berdiri, Bang Muin pun sudah berdiri dan hendak memakai pakaiannya, jadi akupun hendak berdiri, ketika bang Muin tiba-tiba berkata.

“Jangan dulu bangun non, kita mau ngasih hadiah nih buat non, karena udah berbaik hati ngasih tubuh non buat kita nikmatin rame-rame” katanya sambil terkekeh, iapun memberi isyarat pada Amanda yang masih terbaring lemah.

Akupun merasa sedikit aneh, ini pasti cuma kerjaan mereka buat mempermalukan aku lebih jauh. Tapi tiba-tiba, Amanda yang telah bangkit, langsung berjongkok diatas kepalaku, hingga vaginanya terletak tepat diatas mulutku.

“Sori Din, gue kepaksa” katanya lirih.

Iapun mengorek vaginanya dengan jarinya dan cairan sperma bercampur cairan vagina Amanda pun mengucur deras kedalam mulutku. Cairan itu pasti merupakan hasil” tabungan” Hadi dan bang Muin tadi. Tanpa banyak protes aku langsung menelan semua cairan mengucur deras tersebut, bahkan aku meraih tubuh Amanda dan langsung mencucup dan menyedot vaginanya dengan semangat.

“Ahha Dinda…jang..annn” erang Amanda, tapi tubuhnya tidak mengadakan perlawanan.

“Wuiih gillee…ternyata non Dinda doyan peju” komentar Parjo yang melihat kelakuanku.

Setelah semuanya selesai, tanpa banyak bicara aku meraih tasku dan mengeluarkan tisu yang selalu kubawa , aku segera mengelap seluruh tubuhku seadanya dari seluruh cairan bekas pertempuran tadi. Setelah selesai, aku segera mengenakan seragamku kembali, diiringi siulan dan ejekan dari para pegawai sekolah yang baru saja menggarapku itu. Aku melihat Amanda pun sudah mengenakan seragamnya kembali dengan lengkap, aku segera menarik tangannya untuk segera keluar dari dugang sekolah jahanam itu.

“Non Dinda, non Amanda, kapan-kapan kita main lagi oke, dijamin pasti lebih puas” entah siapa yang mengatakannya.

Aku menulikan kupingku dan berjalan menarik Amanda menuju parkiran sekolah.

“Sini Din, yang ini mobil gue” kata Amanda sambil menghampiri sebuah sedan keluaran terbaru berwarna gelap.

“Kamu biasa pulang naik taksi kan? Mau gue anter gak” tanya Amanda.

Aku mengangguk dan segera menaiki mobilnya, tak lama kemudian mobil itupun meluncur mulus di jalan menuju rumahku. Dalam perjalanan kami bercakap-cakap mengenai banyak hal, terutama mengenai bagaimana Amanda bisa menjadi budak seks geng bejat tersebut. Kisahnya berawal hampir satu tahun yang lalu, saat itu Amanda yang merupakan siswi berprestasi di sekolahku masih duduk di kelas 2. Suatu hari ketika hendak pulang sekolah, Amanda dipanggil menghadap ke kantor Pak Dedi. Disana, tasnya diperiksa dan akhirnya ditemukan 2 gram shabu. Meskipun Amanda telah membantah habis-habisan bahwa narkoba itu adalah miliknya, tapi pak Dedi tetap tidak percaya. Setelah memohon habis-habisan supaya tidak dilaporkan ke polisi, pak Dedi akhirnya setuju, asalkan Amanda mau menjadi budak seksnya. Dengan berat hati Amanda pun menyetujuinya. Hingga sekarang ini, Amanda masih belum bisa lepas dari cengkraman geng bejat tersebut.

“Setelah gue pikir-pikir, kayaknya yang naruh narkoba itu di tas gue pasti pak Dedi sendiri, atau si Nono brengsek itu. Itu pasti jebakan, soalnya mana mungkin tiba-tiba ada narkoba di tas gue pas di hari yang sama gue dirazia ama pak Dedi” kata Amanda geram.

Aku setuju, tidak mungkin semuanya kebetulan. Tapi yang lebih aku risaukan adalah nasibku yang mungkin akan serupa Amanda, selama bertahun-tahun menjadi budak seks tua bangka itu. Bergidik aku membayangkannya. Tak lama, mobil itupun sampai kedepan rumahku. Sebelum turun aku memegang tangan Amanda.

“Jangan khawatir kak, pasti ada jalan keluarnya, kita pasti bisa mengalahkan geng tua bangka brengsek itu” kataku meyakinkan.

Amanda hanya tersenyum. Walaupun kita belum lama kenal, namun sebagai kawan senasib sepenanggungan, jalinan persahabatan ini telah terjalin kuat. Tunggu saja geng bejat, tunggu pembalasanku kataku dalam hati.

Aku membuka mataku yang serasa dilem rapat-rapat, aku mencoba bergerak tetapi badanku terasa sakit-sakit. Huh, gara-gara para penjaga sekolah brengsek itu, menggarapku tanpa ampun kemarin sore, badanku serasa seperti habis hiking saja. Aku melihat jam weker disamping tempat tidurku, sudah pukul setengah 6, hari yang baru, penderitaan yang baru pula. Entah cara apalagi yang mereka rencanakan untuk mengerjaiku hari ini. Tapi harus kuakui, aku diam-diam agak berdebar-debar juga, aku mulai menikmati bercinta gangbang seperti yang baru-baru ini saja aku alami, mungkin jika saja mereka tak memakai cara-cara kotor seperti pemerasan atau fitnah, aku mungkin akan melayani mereka dengan senang hati. Plaakk! Aku menampar diriku sendiri, apa yang aku pikirkan?  Aku segera bangkit dari tempat tidurku dan menuju kamar mandi, membersihkan badan sekalian membersihkan pikiran kotor yang mengisi benakku.

20 menit kemudian aku keluar dari kamar mandi, dengan hanya berbalutkan handuk, sejenak aku berhenti didepan cermin besar yang tergantung di dalam kamarku, akupun membuka handuk yang melilit tubuhku. Aku menatap pantulan bayanganku sendiri di cermin, bukannya narciss tapi wajahku memang cantik, badanku pun ideal, sejenak pandanganku jatuh ke arah selangkanganku dan menatap belahan vaginaku. Tak terasa aku tertawa, hanya karena bagian tubuhku yang ini, banyak lelaki rela berbuat apapun untuk mendapatkanku, cukup menyanjung egoku juga. Tak lama aku segera turun kelantai bawah untuk sarapan pagi dengan keluargaku, pembicaraan membosankan seperti biasa pun terjadi, “gimana sekolahnya?”, “yang rajin belajar yah, supaya cita-citamu tercapai”, “jaga kelakuan, kamu kan perempuan”. Dan segudang petuah lagi yang selama belasan tahun diulang-ulang dan didorong masuk kedalam kupingku. Dengan tampang se-innocent mungkin aku membalas dengan setumpuk basa yang tak kalah basinya. Tampaknya mereka puas dengan jawabanku, aku masih mereka anggap sebagai putri kecil mereka yang belum tahu apa-apa, sejenak tergoda juga untuk menceritakan petualangku akhir-akhir ini, iseng saja untuk melihat air muka ortuku ketika mengetahui aku tidak se-innocent bayangan mereka.

Didalam mobil yang mengantarku ke sekolah, HP ku berbunyi, segera kubuka. Sudah kuduga, sms dari pak Dedi.

“Dinda, nanti kamu jangan langsung masuk kelas, ke lab fisika dulu sebentar”

Lab fisika? Mau apalgi para bandot tua itu, sebentar lagi jam masuk kelas, jadi tak mungkin mereka akan menggarapku disana. Akupun menutup HP ku, segudang pertanyaan menggayuti kepalaku. Mobilku akhirnya memasuki pekarangan sekolah, akupun segera turun.

“Non Dinda, nanti siang mau dijemput apa nggak?” Fendi sopirku bertanya padaku.

“Iya pak Fendi, nanti tunggu disini yah” kataku.

“Iya Non” jawabnya pendek.

Aku melihat sekeliling, belum banyak siswa yang datang. Langkahku segera membawaku menuju Lab fisika.

Begitu sampai, aku langsung membuka pintu lab, tidak terkunci. Pak Hendri ternyata sudah berada di dalam lab, ia sedang duduk dibalik meja gurunya, tapi pak Dedi tidak kelihatan batang hidungnya.

“Eh Din, ayo masuk, trus tolong kunci pintunya” Pak Hendri bangkit dari kursinya, dia lalu membuka laci mejanya dan mengeluarkan seperangkat benda aneh.

Aku segera mengunci pintu dan berjalan mendekati meja, tanpa disuruh.

“Sini Din, duduk di meja” kata pak Hendri sambil berjalan mengitari meja.

Aku segera duduk di meja kerjanya, karena mejanya cukup tinggi, kakiku hampir tak menyentuh lantai. Pak Hendri lalu berdiri dihadapanku, ia memegang suatu benda aneh ditangannya, bentuk dan ukurannya seperti tabung lipstik, tetapi lebih besar, sepertinya terbuat dari karet dan ada benjolan-benjolan di sekeliling tabung itu, dan ada sesuatu yang seperti kabel sepanjang setengah jengkal pada ujungnya.

“Buka lebar-lebar kaki kamu Din” perintahnya

Tanpa banyak bicara aku menurut. Pak Hendri sedikit membungkuk dan menyingkapkan rokku keatas memperlihatkan pahaku yang putih mulus, ia lalu menyingkapkan celana dalamku yang berwarna biru muda kesamping, sehingga belahan vaginaku terlihat jelas.

Pak Hendri lalu dengan berhati-hati memasukkan tabung tersebut kedalam vaginaku, aku sedikit menikmati gesekan terhadap dinding vaginaku itu. Hatiku langsung berdetak kencang, “Dildo!” teriakku dalam hati. Dengan mulus, benda itu langsung masuk kedalam vaginaku, hanya menyisakan setengah jengkal kabel tebal yang tampak aneh karena menjulur keluar dari vaginaku.

“Apaan ini pak?” tanyaku pura-pura tak mengerti.

“Oh, ini cuma hasil hobi bapak, merakit benda-benda elektronik, udah kamu boleh kembali ke kelas” katanya tak acuh, sambil kembali berjalan menuju kursi duduknya.

Dasar pervert! Hobinya juga pervert! Pikirku dalam hati Aku lalu meloncat turun dari meja tersebut, dan berjalan menuju pintu, cukup aneh juga rasanya berjalan dengan dildo kecil dalam vaginaku, agak sedikit mengganjal, dan gesekan-gesekan dari benjolan-benjolan di permukaan dildo tersebut, membuatku sedikit menahan nafas setiap kali kakiku melangkah. Belum sampai menuju pintu, tiba-tiba aku merasakan dildo didalam vaginaku bergetar keras, layaknya vibrasi handphone. Hanya saja jika vibrasi HP tidak akan ada masalah, sedangkan vibrasi dildo yang ada dalam vagina? Bisa dibayangkan akibatnya!

“Arggghhh..” aku mengerang, lututku terasa lemas, sehingga terpaksa berpegangan pada meja didekatku untuk menjaga keseimbangaku.

Tua bangka sialan! Jeritku dalam hati. Aku segera berbalik bersiap untuk mendamprat pak Hendri. Kulihat ia masih duduk di kursinya sambil tersenyum-senyum, ditangannya terdapat semacam alat sebesar kunci remote mobil. Pasti remote untuk mengaktifkan vibrasi dari dildo didalam vaginaku.

“Pak apa-apaan sih!” sergahku.

“Apa? Gak ada apa-apa kok, kamu balik aja ke kelas” katanya sambil menahan senyum.

Sejenak aku terdiam tak tahu harus berbuat apa. Tapi akhirnya aku berjalan kembali ke kelas, toh aku tak bisa berbuat apa-apa. Sambil sedikit ngedumel, aku lalu duduk di bangkuku di kelas. Ratna yang seperti biasa sudah tiba lebih dahulu dariku tampak sedikit bingung melihat tampangku yang bete.

“Ada apaan sih, pagi pagi udah cemberut gitu?”

“Gak ada apa-apa kok” kataku tanpa banyak bicara.

Aku segera mengalihkan pandanganku kearah jendela.

Mata pelajaran pertama, Bahasa Inggris berjalan dengan lancar, kecuali gerakku yang sedikit terganggu dildo sialan ini.

Mata pelajaran kedua Fisika! Pak Hedri pun memasuki kelas dengan langkah lambat. Seperti biasa ia mengajar dan berbicara dengan kecepatan kura-kura yang lagi sakit kaki. Membosankan bukan main. Akupun mengalihkan pandanganku ke jendela, sekilas aku melihat Hadi yang lewat didepan jendela kelasku, ia tampak menyeringai melihatku yang sedang menatapnya. Tiba-tiba aku serasa dialiri listrik, kepalaku mendadak pening, vaginaku terasa berdenyut-denyut. Dildo sialan itu kembali bergetar! Aku menatap pak Hendri yang masih berdiri didepan kelas, sebelah tangannya masuk kedalam saku. Ia sama sekali tak melihat kearahku.

Satu jam berikutnya benar-benar menjadi mimpi buruk. Tiap 5 menit, Pak Hendri mengaktifkan vibrasi dildo tersebut, kadang lama, kadang pendek. Hasilnya adalah aku yang gemetar menahan nafsu berahi didalam kelasku sendiri, didepan teman-temanku! Keringat mulai mengalir keluar dari tubuhku, kalau sempat aku menggigit bibirku sendiri untuk menahan erangan yang mendesak keluar, terkadang mulutku terbuka membentuk huruf O tapi tidak ada suara yang keluar. Lama kelamaan, Ratna teman sebangkuku jadi curiga juga.

“Kamu gak apa-apa Din? Kok dari tadi gemeteran terus, kamu sakit?” tanyanya prihatin

“Gak kok, gak…ehhm…gak apa-apa” dildo sialan itu kembali bergetar.

Kini vaginaku sudah basah kuyup dan berdenyut-denyut keras minta digenjot, Ini sungguh siksaan berahi paling berat yang pernah menghantamku. Ingin rasanya aku menjerit atau setidaknya mengerang, tapi bagaimana mungkin aku melakukannya didepan kelas ku sendiri, mau ditaruh dimana mukaku.

Celana dalamku pun mulai basah, membuatku makin tak nyaman, aku khawatir nanti rokku pun bisa basah kuyup karena cairan pelumasku.
Karena sudah tidak tahan, aku mengangkat tanganku.

“Pak saya mau kebelakang” kataku, akupun segera bangkit dan berjalan keluar kelas tanpa menunggu jawaban dari pak Hendri.

Aku berjalan dengan terburu-buru, setiap langkahku membuat dildo dalam vaginaku bergerak makin liar menggosok dinding-dinding liang vaginaku, membawaku makin dekat kearah orgasme, akupun beberapa kali harus menutup mata merasakan siksaan nikmat ini. Begitu sampai ke WC sekolah, aku langsung menuju ke salah satu bilik toilet yang berada didalam WC perempuan. Begitu berada didalam bilik, aku langsung mengunci pintu, mengangkat rokku setinggi mungkin, dan duduk diatas toilet. Aku melihat celana dalamku benar-benar sudah basah kuyup. Aku menyingkapkan celana dalamku kesamping, dan dengan perlahan menarik keluar dildo yang tertanam dalam vaginaku itu. Gesekan dildo itu menimbulkan rasa nikmat, seakan menggaruk vaginaku yang sedang gatal, sehingga aku batal menariknya keluar, aku justru memaju mundurkan dildo tersebut, seakan dildo itu adalah penis yang sedang menyetubuhiku.

“Erhggg…” erangan tertahan keluar dari mulutku, nikmat ini sungguh tak tertahankan.

Gerakan maju mundur, keluar-masuk itupun makin cepat, seiring orgasmeku yang makin mendekat.

“Ahhhh…oohhhh..ohhh” aku sudah tidak peduli lagi jika ada yang mendengar eranganku, asalkan berahi ini bisa tertuntaskan.

“ohhhh… shiittt..gillaa” akupun mengerang panjang.

Aku segera mencabut dildo tersebut, dan cairan orgasme ku segera tumpah ruah, muncrat keluar dari liang vaginaku, mengucur jatuh langsung kedalam toilet. Aku mengernyit menahan nikmat, nafasku terengah-engah seperti habis lari marathon. Tidak kusangka bisa merasakan kepuasan seperti ini hanya dengan sebuah dildo berukuran mini. Sejenak aku menyender kebelakang, tubuhku rasanya lemah sekali. Setelah mengumpulkan sedikit tenaga, aku hendak berdiri, tetapi celana dalamku yang basah membuatku tidak nyaman, jadi akupun tanpa mau repot langsung menyobek bagian samping celanaku dengan mudah, lebih baik tak pakai celana dalam daripada tidak nyaman, pikirku dalam hati. Akupun merobek tisu gulung yang ada didalam toilet untuk membersihkan sisa-sisa cairan orgasme yang masih membasahi vagina dan pahaku, untung tidak sampai membasahi rokku.

Dengan celana dalam basah dan dildo mini ditanganku, aku berdiri dan keluar dari bilik toilet tersebut. Aku hendak membuangnya di tempat sampah, ketika kudengar pintu WC perempuan itu terbuka, diikuti suara klik kunci yang tertutup. Aku berbalik dan mendapati Hadi yang sedang tersenyum-senyum berjalan mendekatiku.

“Non lagi ngapain? Lagi onani yah?” tanyanya mesum.

Aku tidak menjawab, hanya langsung membuka tutup tempat sampah dan menjatuhkan celana dalamku kedalamnya, aku hendak membuang dildo itu pula, persetan aku sudah tidak peduli lagi. Tapi Hadi mencegahku.

“Eh non jangan dibuang, sayang. Kata pak Hendri dildonya harus dibalikin. Sini kasih ke saya saja, biar saya yang balikkin”

Aku segera meletakkan benda tersebut diatas telapak tangannya yang terulur. Ia segera memasukannya ke dalam saku.

Aku hendak berjalan keluar dari WC, ketika Hadi tiba-tiba mendorong kedua bahuku hingga punggungku mepet ke dinding.

“Mau apa lu? Lepasin!” kataku sambil berusaha berontak.

“Gak apa-apa kok, cuman mau ngecek sesuatu” katanya sambil nyengir.

Tangannya lalu menyelinap kebalik rokku, dan langsung menemukan vaginaku yang tidak tertutup celana dalam lagi. Begitu menemukan celah vaginaku, dua jarinya langsung bergerak perlahan memasuki liang vaginaku yang sudah basah, lalu perlahan bergerak keluar masuk, birahiku pun naik lagi.

“Wah si non, bener-bener kegatelan pengen digaruk yah? Sampe kesekolah aja gak pake celana dalam, mana memeknya udah basah kayak gini lagi, pengen digaruk non? Nih pake kontol saya aja” ejeknya.

“Hadi, lepasin ah!” bentakanku memang keras, tetapi rontaanku hanya rontaan setengah hati, dan Hadi sepertinya menyadarinya, senyum kemenangan terukir diwajahnya yang penuh bopeng.

“Lepasin apa puasin? Saya kurang denger tuh” katanya, sambil satu tangannya menurunkan resleting celananya, lalu merogoh kedalam, dan mengeluarkan penisnya yang ternyata sudah ereksi maksimal.

Hadi lalu mengangkat satu kakiku dan menempelkannya kedinding, sehingga aku berdiri hanya dengan satu kaki. Rok seragamkupun tertarik keatas. Hadi langsung menghimpitku, penisnya digosok-gosokkan kebelahan vaginaku, membuatku menggigit bibir bawahku, jangan sampai aku keceplosan dan memintanya cepat-cepat memasukan penisnya kedalam.

“Gimana non? Gak keberatan kan saya entot?” katanya, ia sudah tahu apa jawabanku.

“Gak kok, terserah mang Hadi aja” kataku mulai pasrah.

Hadi langsung memasukan kepala penisnya kedalam vaginaku, dan setelah tepat posisi penisnya diantara bibir kewanitaanku, langsung ditekannya kuat-kuat, hingga seluruh batang penisnya amblas masuk dalam vaginaku.

Hadi langsung bergoyang-goyang keluar masuk dengan gencar aku kewalahan menghadapi serangannya. Tubuhku yang mungil itupun langsung terlonjak-lonjak membentur dinding WC tersebut. Erangan dan desahan langsung terdengar bergema didalam ruangan tersebut.

“Ohhh…non Dinda…gimana..kontol..saya..enak gak?” erangnya seperti orang yang sakit asma.

“Enak banget bang..terus genjot..yang kuat..bang” erangku yang sudah kehilangan akal sehat.

Hadi terus mengeram-ngeram sambil menekan-nekan penisnya dan mendesak tubuhku sampai aku sesak nafas, mulutnya langsung menciumi leherku dan bagian atas dadaku yang tidak terlindung seragam. Sesekali aku mendengus dan mendesis menyambut setiap gesekan alat vital kami. Tak lama yang terdengar hanya deru nafas Hadi dan aku, diselingi lenguhan dan erangan panjang. 15 menit lamanya Hadi menggenjotku sambil berdiri, sampai akhirnya tubuhku mengejang seperti ditarik dua kuda sekaligus.

“Baanng Hadiii..” erangku panjang sambil meremasi rambut dikepalanya, lalu sepertinya tumpah semua cairan dari dalam liang vaginaku, membasuh penis Hadi yang masih keluar masuk vaginaku dengan semangatnya.

Tak lama kemudian genjotannya semakin cepat dan cepat, lalu berhenti…….Tubuh Hadi tersentak sentak, kurasakan penisnya bergetar keras dan kurasakan liang vagina dan rahimku di sembur cairan hangat, sperma bang Hadi.

“Nonn..erggh” erangnya perlahan.

Hadi meremas rambutku yang sudah kusut masai, lalu menciumku dengan lembut seakan ia kekasihku. Akupun membalas dengan tak kalah lembutnya, sejenak lupa bahwa Hadi adalah tukang sapu sekolah yang sedang memperkosaku. Sejenak ruang itu terasa hening, detak jantung kami pun seakan bergema seirama. Aku masih menghayati kenikmatan yang baru saja menerpaku, begitu juga Hadi, nafasnya yang masih memburu, menerpa leherku. Aku tiba-tiba tersadar akan situasi, dan karena merasa salah tingkah, aku langsung mendorong Hadi hingga ia jatuh terduduk, ia pun mengaduh.

“Aduh! non Dinda ini, abis dapet enaknya aja, langsung…”

“Eh jangan banyak omong yah, siapa bilang gue ngerasa enak diperkosa ama tukang sapu kayak lu”

Dengan muka merah padam menahan malu, akupun langsung berjalan menuju pintu keluar, untunglah kuncinya masih tergantung dipintu. Aku segera memutar kuncinya dan meninggalkan WC itu, namun belum sempat aku sampai ke kelasku, bel tanda istirahat telah berbunyi, jadi aku memutar langkahku menuju kantin. Aku benar-benar merasa tidak nyaman, rambutku berantakan dan kusut, tubuhku terasa lemas, begitu panas dan berkeringat membasahi seragamku, cairan orgasmeku bercampur dengan sperma Hadi kurasakan mengalir turun dari pahaku menuju kakiku. Inginnya aku langsung pulang saja kerumah, melihat kondisiku yang sudah tidak keruan seperti ini, mungkin bisa menimbulkan tanda tanya teman-temanku. Aku menimbang-nimbang sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk tetap di sekolah, tentu saja setelah sebelumnya membenahi penampilanku.

******

Jam-jam pelajaran berikutnya berlalu begitu saja tanpa ada peristiwa yang berarti, mungkin karena pikiranku yang masih setengah semaput. Tampaknya tidak ada yang menyadari penampilanku yang agak berantakan dan lain dari biasanya, untunglah. Bel pulang sekolah pun berbunyi, anak-anak di kelasku langsung ribut begitu Pak Darman wali kelasku mempersilahkan kami pulang, akupun membereskan tasku sambil tenggelam dalam lamunan.

“…gimana?” sebuah kata tanya yang sepertinya dialamatkan padaku

“ehh..apa?” kataku langsung tersadar dari lamunanku.

“Kamu kenapa sih akhir-akhir ini, kok kayaknya tingkah kamu aneh banget” kata Ratna, pandangannya penuh selidik menatapku

“Ah..nggak kok, perasaan kamu aja kali, emang tadi kamu nanya apaan?” kataku berusaha mengalihkan perhatian

“Makanya jangan ngelamun terus, aku bilang tadi kamu nanti datang ke pestanya Ryan ama siapa?” tanyanya lagi.

“Eh..pesta?..oh my god!” aku baru teringat bahwa nanti malam adalah pesta ulang tahun Ryan pacarku. Aku benar-benar lupa, selain karena masalahku dengan geng bandot tua, juga karena aku memang sedang berusaha menghindari Ryan. Setelah peristiwa yang diakibatkannya kini, aku merasa malas bertemu dengannya, jangankan mendekatinya, mendengar suara lewat telepon saja aku tidak tahan.

“Aku kayaknya gak dateng deh nanti, lagi gak enak badan nih” kataku sambil bergegas meninggalkan ruang kelas.

“Apaa? Eh Din tunggu..Dindaa..” kudengar Ratna berusaha mengejarku.

Akupun mempercepat langkahku, enggan rasanya membohongi sahabtku sendiri, tapi mau bagaimana lagi, tak mungkin aku menjelaskan semuanya pada Ratna. Akupun bergegas menuju lapang parkir, kulihat mobilku sudah terparkir disana, tetapi sebelum aku sampai ke mobilku, aku melihat kakak kelasku Sherin melambai memanggilku dari samping mobilnya. Sherin adalah salah satu siswi yang juga menjadi korban dari geng bandot tua di sekolahku. Akupun menghampirinya. Dan kulihat ternyata ada Amanda berdiri disamping Sherin.

“Ada apa kak?” tanyaku.

“Ehh..aku ama Amanda disuruh pak Hendri buat bawa kamu nanti malam ke rumah pak Dedi” katanya, nada penyesalan terdengar jelas dari suaranya.

“Gangbang lagi?” tanyaku harap-harap cemas, antara enggan dan pengen.

“Kayaknya sih? Tapi untung juga sih, soalnya… sekalian ada yang mau aku ama Amanda omongin ama kamu” katanya, wajah orientalnya yang cantik tiba-tiba tampak tersenyum sumringah.

“Emang mau ngomongin apaan kak?” tanyaku, rasa ingin tahuku langsung terbit.

“Gini Din, aku dapet ide untuk membebaskan kita dari tangan pak Dedi dkk” bisiknya

“Haahh, gimana caranya?” tanyaku antusias.

“Mendingan kita ongobrol di mobilku aja, sekalian aku nganter kamu pulang ” katanya

Akupun mengangguk setuju, aku segera menuju mobilku dan menyuruh sopirku untuk pulang duluan. Setelah mobilku berjalan pergi, aku duduk kursi belakang, sementara Amanda di kursi penumpang di depan . Tak lama kemudian mobil itupun berjalan meninggalkan sekolahku.

“Jadi gimana caranya kak?” tanyaku tidak sabar.

“Gini Din, pas kemaren kita digarap bareng di rumah pak Dedi, aku baru sadar bahwa pak Dedi selalu ngerekam semua perbuatan bejatnya lewat kamera tersembunyi. Aku gak sengaja nemuin kamera itu di sembunyiin di atas rak buku di kamar tidurnya Pak Dedi. Kalo kita bisa nemuin alat perekamnya, atau tempat pak Dedi menyimpan kaset videonya, kita bisa memberikan rekaman itu ke Kepala sekolah, biar pak Dedi ama gengnya dipecat” jelasnya antusias

“Tapi kak..kalo rekaman itu disebar, bukannya kita yang rugi sendiri?” tanyaku khawatir

“Tapi kan gak usah rekaman kita sendiri yang kita sebarin, kan masih ada rekaman-rekaman kakak kelas kita yang terdahulu” kata Amanda

“Tapi itu artinya kita nyebarin aib orang dong” kataku

“Kamu ini kenapa sih? Bukannya semangat dikasih jalan keluar, malah mencla-mencle gini, denger Din, di dunia ini kadang kita harus kejam dan egois, kalo gak lu bakalan bisa hidup” katanya sedikit marah.

Aku mengangguk pelan, jika memang tidak ada cara lain tampaknya kami harus melakukan ini jika ingin bebas di pak Dedi dkk. Aku, Amanda dan Sherin pun membahas rencana kami, yang akan dilaksanakan malam itu juga.

********

Malam itu, mobil yang membawa Sherin, Amanda dan aku, berjalan perlahan hingga akhirnya berhenti didepan rumah pak Dedi.

“Gimana udah pada ngerti kan? Kita keroyok pak Dedi ama gengnya hingga semaput, terus begitu ada kesempatan, siapapun dari kita harus mencari tempat kaset video pak Dedi” jelas Amanda.

Aku dan Sherin mengangguk, tekad kuat jelas terbayang dari ekspresi wajah kami bertiga. Kami pun turun dari mobil dan menghampiri pintu rumah pak Dedi, tempat dimana semuanya bermula. Kami semua benar-benar tampak canti malam itu, meskipun hanya mengenakan make up tipis saja. Sherin mengenakan dan aku mengenakan kaos ketat berwarna gelap dan rok mini, Sherin dari bahan kain, sedangkan aku dari bahan jeans. Amanda mengenakan tank top motif army dengan celana pendek yang juga bermotif army. Semua pakaian kami jelas tidak cukup untuk menutupi keindahan tubuh kami, malah cenderung menonjolkannya. Hal yang memang disengaja oleh kami. Aku segera membunyikan bel pintu, dan tak lama kemudian pintu pun terbuka. Diluar dugaan, yang membukakan pintu adalah bang Muin si penjaga kantin, ia segera tersenyum, menampakkan giginya yang ompong.

“Eh..none-none cantik udah pada dateng, ayo masuk, kita-kita dah lama nih nungguin.”

Kami bertiga pun segera masuk, dan langsung mengikuti bang Muin menuju ruang tengah. Empat kepala langsung menoleh kearah kedatangan kami. Pak Dedi, Pak Hendri, Nono, dan Parjo, ditambah bang Muin semuanya ada 5 orang yang harus kami bikin semaput dengan tubuh kami bertiga. Bukan perkara mudah.

“Ehh akhirnya datang juga, ayo sini jangan malu-malu, mau minum dulu?” tanya pak Dedi sambil mengacungkan gelas ditangannya, sepertinya berisi Whiskey dan menunjuk kearah bar di pinggir ruangan, ekspresi mesum terbayang di wajahnya.

Kami bertiga pun segera duduk diatas sofa melingkar besar yang ada diruangan tersebut, diikuti 5 orang pria bejat yang langsung duduk merapat pada tubuh kami. Suara musik langsung terdengar dari stereo set yang distel cukup keras. Botol-botol bir dan minuman keras lain terhampar diatas meja. Kami pun langsung berbicara ngalor ngidul, sambil sesekali menuangkan minuman jika ada gelas yang kosong, ditingkahi suara teriakan dan ketawa terbahak-bahak. Sesekali ada saja tangan jahil yang meraba dada atau pantat kami, bahkan terkadang mencium bibir, atau meraba paha hingga kebalik rok yang kami kenakan.

Sekilas adegan itu seperti adegan yang biasa terjadi di tempat karaoke remang-remang, atau bar yang merangkap tempat prostitusi, lengkap dengan tamu yang setengah mabuk, dan pemandu lagu yang siap “dipakai” kapan saja. Hanya saja para tamu ini adalah guru dan staf sekolah, dan pemandu lagunya adalah siswi dari sekolah itu.

“Eh, kayaknya pesta kayak gini belum lengkap kalo gak ada striptease nya, tul gak” kata Parjo.

“Betul juga, tapi dimana nih nyari penarinya?” kata bang Muin berpura-pura bodoh, sambil matanya melirik kearah aku dan Sherin.

“Lha ini ada mereka, Sherin dan Dinda kan anggota cheers, pasti mereka jago narinya” kata Pak Hendri sambil terkekeh.

“Yak betul-betul, ayo Sher, Dinda, kamu juga Amanda nari dong, hibur orang-orang tua kayak kami” pinta pak Dedi.

Kami sadar kalo ini bukanlah permintaan, tapi perintah. Karena tidak ada pilihan, dan memang hal ini masih sejalan dengan rencana kami, setelah saling pandang sejenak, kami bertiga berdiri bangkit dari sofa.

Sherin menghampiri stereo set terlebih dahulu, ia lalu mengganti lagu yang sedang diputar dengan musik yang agak upbeat. ketika lagu mulai dilantunkan, tubuh Sherin dan aku mulai bergoyang mengikuti irama lagu. Sesekali Sherin meliuk-liukkan tubuhnya yang indah dengan menggairahkan, dan sesekali meremas-remas payudaranya dan juga terkadang meraba-raba selangkangannya. Aku pun melakukan hal yang sama, dan Amanda meski agak sedikit kaku, juga meniru perbuatan kami. Suara riuh rendah dan tepuk tangan langsung terdengar dari arah sofa. Untuk beberapa saat kami meliukan tubuh dan melakukan gerakan-gerakan sensual, termasuk mengedipkan mata sambil melancarkan senyum menggoda kearah para penonton kami. Sherin dan aku mulai menanggalkan pakaian kami dengan perlahan, dan menjatuhkannya ke lantai, Amanda melirik perbuatan kami dan melakukan hal yang sama. Kami pun dengan perlahan sambil bergoyang, membuka bra masing-masing dan melemparkannya kearah geng bejat itu yang menyambutnya dengan gembira. Perlahan suara teriakan dan tepukan mereda, tampaknya para penonton kami mulai dibuat panas dingin menahan nafsu, apalagi melihat payudara putih mulus dan mengkal milik kami bertiga yang bergoyang-goyang dengan indahnya.

Melihat para penonton didepan kami mulai blingsatan karena menahan nafsu, kami pun semakin hot meliuk-liukkan tubuh kami yang indah dan melepaskan rok dan celana pendek yang kami kenakan, hingga jatuh ke lantai. Sekarang kami bertiga menari nari dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Celana dalam Amanda tergolong biasa, celana dalam ku agak mini dan tembus pandang, sedangkan Sherin mengenakan G-string yang super mini. Membuat para penonton kami terbengong dan hanya bisa menelan ludah. Sherin lalu berjalan mendekati pak Dedi dengan langkah sensual, pantatnya bergoyang perlahan mengikuti langkahnya. Lalu setelah berdiri tepat didepan pak Dedi yang masih terduduk di sofa, Sherin berputar membelakanginya, hingga pantatnya yang putih mulus menggoda, tepat sejajar dengan muka pak Dedi. Sherin pun mulai memelorotkan G-stringnya secara perlahan-lahan, hingga akhirnya ia membungkuk menungging didepan pak Dedi, dan menghentikan gerakannya. Mana ada pria yang tahan melihat pemandangan seperti ini didepan matanya!

Kedua tangan pak Dedi dengan cepat terulur, satu tangan meremas remas pantat menantang didepannya, sementara satu tangan lagi langsung menyusup ke selangkangan Sherin, jari-jarinya langsung menemukan celah vagina Sherin, dan mendorong masuk hingga dua jarinya tenggelam dalam liang vagina Sherin, dan ketika sudah mentok, ia lalu menariknya keluar, lalu mendorongnya masuk kembali. Sherin pun mengeluarkan erangan kenikmatan yang menggoda, “Aahh… ahh… ahh… paakk” Pak Dedi pun menikmati jepitan erat vagina Sherin, denyutan dinding vagina yang memijat jarinya itu sungguh luar biasa rasanya. Untuk sejenak, kami semua terbengong melihat adegan tersebut. Aku lalu langsung berlutut, dan merangkak perlahan mendekati pak Hendri, ekspresi wajahku kubuat semenggoda mungkin, pak Hendri tersenyum melihatku menghampirinya sambil merangkak. Setelah sampai, aku langsung membuka kedua kai pak Hendri tanganku meraih sabuk dan resleting celana pak Hendri hingga terbuka bebas, tanganku lalu menyelusup kebalik celana dalamnya dan menggenggam daging hangat yang sudah mengeras itu.

Kutarik keluar penis besar milik pak Hendri, perlahan aku menjulurkan lidahku dan mendekatkan kepalaku pada penis itu, hingga akhirnya lidahku menyentuh lubang kencing penis pak Hendri, sejenak aku menjilati lubang kencing itu, pak Hendri pun mengeluarkan erangan pelan,kemudian langsung kulahap batang penisnya yang besar itu. Kukulum-kulum dan kusedot kuat-kuat hingga pak Hendri mengeram-ngeram sambil menekan-nekan kepalaku sampai aku sesak nafas. Dari sudut mataku aku melihat Parjo dengan tergesa-gesa melepas pakaiannya sampai polos, lalu mendekatiku dari belakang dan menuju selangkanganku. Ia berlutut dan memelorotkan celana dalamku kemudian dia menjilati liang kewanitaanku diselingii dengan gososkan pada clitoris, dan tusukan jarinya menembus liang vaginaku, langsung aku mendesis dan mengeram dan melepaskan isapan ku pada penis pak Hendri. Tapi tangan pak Hendri membimbingku kembali untuk menghisap penisnya, iapun menaik-turunkan kepalaku, seakan ia mengocok penisnya tetapi dengan menggunakan mulutku.

Sesekali aku mendengus dan mendesis akibat ulah Parjo yang mejilat dan menggigit lembut klitorisku, sampai tubuhku mengejang dan pandanganku berkunang-kunang lalu tak lama kemudian tumpahlah cairan orgasme dari liang vaginaku, sebagian mengucur lewat paha lalu jatuh kelantai, sebagian lagi langsung diseruput oleh Parjo.

“Eenak..seggaar” komentarnya.
Birahiku pun mendesak hingga ke ubun-ubun. Setelah aku mencapai klimaks, aku semakin bersemangat mengulum dan menyedot batang penis di hadapanku, mungkin terlalu semangat. Tak lama kemudian pak Hendri meremas-remas rambutku dan mengerang-ngerang tak jelas.

“Dinda..stop…stop…bapak..gak mau..keluar dulu” erangnya.

Tapi aku tidak peduli dan meneruskan isapanku, sampai pada akhirnya cairan hangat menyembur memenuhi rongga mulutku meluncur ke tenggorokanku. Rasanya asin, gurih, dan hangat. Kulihat disampingku Sherin teraring diatas karpet tebal, ia sudah ditindih pak Dedi yang bergerak-gerak cepat, memacu naik turun. Membuat Sherin terlonjak-lonjak menerima gempuran itu. Sementara Amanda dalam posisi doggy style dengan Bang Nono menggenjotnya dari belakang.

Aku merasakan tanganku ditarik Parjo, ia lalu berbaring diatas karpet tebal tidak jauh dari Amanda.

“Naik non” katanya sambil mengacungkan penisnya keatas.

Akupun mengangkangi Parjo dan mengarahkan vaginaku diatas penisnya, ujung kepala penisnya terlebih dahulu kugesek-gesekan ke bibir vaginaku dan kugerakan menyusuri belahan vaginaku naik dan turun, hal ini membuat Parjo blingsatan dan makin tidak sabar. Aku lalu memasukkan ujung penisnya itu perlahan kedalam vaginaku dan setelah pas, aku menurunkan tubuhku hingga amblaslah seluruh batang penis itu ditelan vaginaku. Aku segera bergerak naik turun, sehingga vaginaku bergerak naik turun pula menyusuri batang penis Parjo, terkadang aku menggerakan pinggulku memutar, sehingga membuat Parjo merintih-rintih keenakan. Sebatang penis besar tiba-tiba berada di wajahku, penis millik bang Muin.

“Ayo non isep” perintahnya, kemudian penis itu didorongnya ke mulutku yang kemudian kukulum dan kusedot, di sela-sela desisan dan eranganku.

“Ayo Nona sedot yang kuat!” katanya lagi sambil menekan-nekan kepalaku. “Uuugh.. aaakh.. essst!” suara geraman dan desisan silih berganti saling sahut menyahut dalam ruangan itu.

Saat kulihat di sebelah, Sherin terkapar lemas, sesekali dia mengerang karena pak Dedi masih getol menyetubuhinya sementara Sherin tampaknya sudah lemas. Amanda lebih parah lagi keadaanya, ia disandwich oleh Nono dan pak Hendri, Amanda tampak mengomel tak jelas, wajahnya meringis menahan sakit, bisa kubayangkan bagaimana rasanya dijepit oleh 2 penis raksasa seperti itu, pasti sakit luar biasa. Tubuh Amanda pun hanya bisa terlonjak- lonjak menerima gempuran kedua lelaki bejat tersebut. Tapi ini bukan saatnya mengasihani orang lain, aku sendiri dalam posisi sulit. Bang Muin saat itu mendorong tubuhku hingga menindih tubuh Parjo, kemudian dari belakang anusku disodok penis dari belakang, tapi karena anusku masih sangat sempit maka susah sekali penis itu menembus anusku. Tapi gilanya bang Muin masih memaksanya, dengan kasar dan brutal akhirnya masuk juga seluruh batang penisnya dalam anusku, tapi sakitnya bukan main, aku menjerit dan mengeram kesakitan, rasanya luar biasa perih dan sesak, apalagi buah dadaku digerayanginya dengan brutal oleh Parjo, kurasakan payudaraku diremas- remas dan sesekali dikulum-kulum dan digigit pelan.

Aku melihat kearah kiriku, rupanya Sherin dan pak Dedi sudah selesai, pak Dedi masih terbaring lemas diatas karpet, sementara Sherin menghilang entah kemana. Baru 10 menit berjalan, Parjo tiba tiba mengerang, remasannya makin keras membuatku menjerit kesakitan. Penisnya berdenyut keras dan menyemburkan sperma didalam vaginaku, rasanya hangat.

“Eddaaann….memek toppp” erangnya.
Gila rasanya akupun mau keluar untuk kedua kalinya , dan cairan orgasme ku pun kembali mengucur deras dari vaginaku. Parjo lalu bergeser keluar dari bawah tubuhku, sehingga aku menungging dengan tertopang pada siku dan lenganku. Sekarang aku berkonsentrasi pada satu orang saja, jadi akupun membalas sodokan bang Muin pada anusku dengan bergoyang naik turun dan sedikit goyang kanan kiri, hingga tak lama kemudian pertahanannya terlihat sedikit goyang, tak lama bang Muin pun menggeram, tangannya tiba tiba menampar pantatku keras sekali hingga memerah.

“Gillaa nih pantat..enak bangett”

Kurasakan liang anusku di sembur cairan hangat , bang Muin pun lalu menggulirkan tubuhnya di samping tubuhku yang terasa lemas.
Kulihat Amanda masih di kerjai bang Nono dan Pak Hendri, Amanda tampaknya sudah berada diambang batas ketahanannya, ia terus meringis-ringis sambil terus dijejali dua batang penis yang besar itu. Karena aku merasa kasihan dengan Amanda dengan sedikit sempoyongan kuhampiri mereka, kemudian kutarik pak Hendri yang sedang getol-getolnya mengerjai vagina Amanda. Aku mendorong pak Hendri hingga jatuh terduduk diatas sofa, lalu kukangkangi selangkangannya sambil membelakanginya, setelah tepat posisi penisnya dibawah vaginaku, kududuki dan langsung masuk seluruh batang penis itu kedalam liang vaginaku dengan mulus. Kugoyang-goyang pantatku dengan gencar hingga pak Hendri kewalahan menghadapi seranganku. Kulihat sekeliling ruangan, bang Nono rupanya juga sudah selesai, ia dan Parjo berbaring menghimpit Amanda yang terbaring lemah diantara mereka. Sesekali tangan Parjo dan Nono meremas- remas bagian sensitif Amanda, kadang meremas kedua payudaranya kadang menusuk vagina Amanda dengan jari-jari tangan, Sherin pun masih belum kelihatan batang hidungnya, sementara pak Dedi sudah duduk selonjor di atas karpet, tenaganya mungkin sudah pulih.

Aku lalu kembali menggoyang-goyangkan pantatku dengan hebat, membuat pak Hendri tak kuasa menahan lahar spermanya, hingga menyemburlah spermanya dalam liang kewanitaanku.

“Gillaaa…Dinndaa…kamu hebat” erangnya sambil meremas keras kedua payudaraku

Aku lalu bangkit berdiri, hendak menyelinap ke dalam rumah untuk mencari rekaman simpanan pak Dedi, tapi baru saja hendak melangkah, pak Dedi memelukku dari depan, ia kemudian menggendongku dan melingkarkan kedua kakiku kepinggangnya, akupun terpaksa melingkarkan kedua tangannku kelehernya untuk menjaga keseimbangn. Ia menggosok- gosokan penisnya pada bibir vaginaku, perlahan mendesak masuk, dan kemudian setelah penisnya tepat di tengah-tengah liang kewanitaanku, aku sedikit diturunkan dan amblas sudah batang penisnya tertelan liang vaginaku tanpa halangan. Aku disetubuhinya sambil berdiri, sambil tangannya menopang pantatku sambil tak henti-hentinya meremas-remas pantatku yang putih bersih dan kenyal.

Aku semakin merangkul erat tubuhnya. Cukup perkasa juga rupanya guruku ini, selain menopang tubuhku dengan kokoh, genjotannya pun amat mantap, sehingga aku berpikir bahwa jika saja aku tidak dalam paksaan, mungkin aku tidak keberatan jika sesekali ditiduri olehnya. Kali ini aku benar-benar dipermainkan habis-habisan oleh pak Dedi. Perasaan nikmat dan rasa geli merambat dari daerah bagian bawah badan keseluruh tubuhku, sehingga perasaanku serasa melayang-layang bagaikan layang-layang yang putus talinya. Perasaan nikmat dan geli akhirnya tidak tertahan lagi dan, “…Paakk…, aakkkuuu…, kkeellluar…, aaauuuggghhh…, ooohhhh….!!”, dengan suatu desahan panjang disertai kedua pahaku mengejang dengan keras menjepit melingkari pantat, dan cairan orgasme ku kembali mengucur, kali ini lebih deras dan banyak, nikmat sekali rasanya. 15 menit kemudian pak Dedi akhirnya mencapai klimaks, untuk kesekian kalinya hari itu, seorang lelaki memuntahkan spermanya dalam relung tubuhku. Pak Dedi pun sejenak memelukku erat-erat, kurasakan nafasnya menerpa bahuku dan detak jantungnya menyatu dengan detak jantungku.

Setelah beberapa saat, batang penisnya dicabut dari vaginaku, dan ia menjatuhkanku dengan kasar diatas sofa. Pak Dedi lalu meraih bungkus rokok dan koreknya diatas meja, mengeluarkan sebatang rokok lalu membakarnya. Segera kepulan asap menyembur dari mulutnya. Pertempuran nafsu ini telah selesai, sudah tidak ada satu orangpun dalam ruangan ini yang masih memiliki tenaga lagi. Untuk sejenak yang terdengar hanya hembusan nafas yang kadang diselingi ketawa puas para bandot tua itu. Sherin ahirnya kembali keruang tengah, tampaknya ia telah membersihkan tubuhnya di kamar mandi, ia lalu melemparkan senyum dan menganggukan kepala, tampaknya misi kami telah berhasil. Dengan menguatkan tubuhku, akupun bangkit berdiri, berjalan menghampiri Amanda, dan membantunya berdiri pula. Kami berdua lalu berjalan kearah kamar mandi untuk membersihkan badan kami dari sisa-sisa pertempuran nafsu ini. Tak lama kemudian Amanda dan aku keluar dari kamar mandi dan segera menuju ruang tengah. Sherin telah berpakaian lengkap, begitu juga geng bejat itu, semuanya kini duduk di sofa melingkar sambil kembali minum-minum. Seakan tubuh kami hanya dipakai selingan minum saja, serupa dengan kacang asin atau snack lainnya. Aku dan Amanda segera memakai pakaian kami masing masing, diiringi suara tepukan dan siulan pak Dedi dkk.

“Udah kan pak? Kami mau pulang nih, nanti kemaleman” kata Sherin ketus.

“Ya..ya cukup buat hari ini. Lain kali kita lanjutin” jawab pak Dedi sambil menghisap rokoknya.

“Ya nona-nona cantik..lain kali kita main lebih hot lagi, oke” timpal Parjo.

Aku, Sherin dan Amanda pun segera berjalan keluar sambil menenteng tas masing- masing. Begitu sampai diluar, Sherin menutup pintu lalu menaruh jarinya di depan mulutnya. Iapun lalu berjalan mengendap-ngendap memutar ke belakang rumah. Tak lama, ia kembali dan kemi bertiga pun langsung berjalan menghampiri mobil Sherin yang terparkir didepan rumah itu. Kami pun segera memasuki mobil dan tak lama kemudian mobil itu segera melaju.

“Gimana Sher? Dapet gak rekamannya?” tanya Amanda harap-harap cemas.

“Ada tuh dalam tas gue, beruntung tadi gue langsung menemukannya di lemari kamar tidur si Dedi sialan itu, gak dikunci lagi lemarinya, goblok banget. Tapi karena gak mungkin gue langsung bawa keluar gitu aja, gue jatuhin keluar lewat jendela kamarnya, terus tadi gue ambil lagi lewat belakang” jawab Sherin sambil menyetir mobilnya.

Aku yang duduk di jok belakang langsung mengambil tas Sherin yang tergeletak disampingku. Aku membukanya dan mengeluarkan belasan kaset video kecil dari tas itu, HP Ryan yang menyimpan rahasiaku pun ada diantara kaset-kaset itu. Tiap kaset itu memiliki label bertuliskan nama-nama perempuan. Ada namaku, nama Sherin, Amanda, dan sejumlah nama yang tidak kukenal. Mobil itupun terus melaju menembus malam.

**************

Keesokannya tidak ada peristiwa yang terjadi, hanya saja mata pelajaran Fisika dan Bahasa Indonesia yang ditangani pak Dedi dan pak Hendri pada hari itu dikosongkan. Sherin telah mengirimkan salah satu kaset video yang kami dapatkan tadi malam, langsung kemeja kepala sekolah. Isinya adalah adegan pak Hendri, pak Dedi, Parjo dan Nono, yang sedang menggarap secara bergilir seorang gadis yang merupakan alumni sekolah kami, dua tahun diatas Amanda. Beserta kiriman itu, ada juga surat kaleng yang isinya mengancam akan menyebarkan rekaman itu, jika para guru dan staf sekolah yang terekam dalam video itu tidak segera dipecat. Namun kepala sekolah nampaknya menanganinya dengan hati hati, jangan sampai aib ini bocor keluar. Yang jelas, beberapa hari kemudian pak Dedi dan pak Hendri mengundurkan diri dan dipaksa pensiun dini. Sementara Nono dan Parjo dipecat. Hadi, dan bang Muin selamat, tampaknya pak Dedi,dan yang lainnya tidak mengadukan mereka, sebab jika mengadukan, berarti harus juga mengakui tindak perkosaan terhadap siswi lainnya.

Sejak itu, kehidupan sekolah Sherin, Amanda, dan aku, berjalan dengan damai. Hadi dan bang Muin sudah tidak berkutik lagi menghadapi kami, mereka bahkan cenderung menghindari kami bertiga. Keadaan memang menjadi damai. Tapi terasa ada yang kurang….Tidak ada lagi yang bisa aku tunggu-tunggu dengan harap-harap cemas, tidak ada lagi permainan -permainan cabul, tidak ada lagi gangbang yang bisa membuatku merasa sebal dan nikmat sekaligus. Tampaknya Sherin dan Amanda juga merasakan hal sama, dan ketika menyadarinya, kami semua hanya bisa tertawa lepas sepuasnya.

Demikian artikel tentang cerita Akibat Bikin Video Seks,Badan Seksiku Dijadiin Piala Berigilir Kontol2 Pak Guru Mesum.
ABG BISPAK TELANJANG, BOKEP INDONESIA, cerita ABG, cerita bokep dewasa, cerita bokep hot, cerita bokep indonesia, cerita bokep mesum, cerita bokep seks, cerita bokep terbaru, cerita dewasa, cerita dewasa indonesia, cerita dewasa terbaru, Cerita Eksebionis, Cerita Janda, cerita mesum, Cerita Mesum Dewasa, cerita mesum hot, cerita mesum indonesia, cerita mesum panas, cerita mesum terbaru, cerita mesum terkini, CERITA NGENTOT JANDA, CERITA NGENTOT PEMBANTU, CERITA NGENTOT PERAWAN, cerita panas, cerita panas terbaru, cerita seks dewasa, CERITA SEKS INDONESIA, cerita seks panas, CERITA SEKS SEDARAH, cerita seks terbaru, CERITA SELINGKUH, cerita sex, cerita sex dewasa, Cerita Sex Indonesia, Cerita Sex Panas, cerita sex terbaru, CERITA SKANDAL, CERITA TANTE GIRANG, CEWEK TELANJANG, FOTO BUGIL, TANTE GIRANG, TOKET GEDE MULUS

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *